Orang Baduy Tidak Bermain Sepak Bola

“Kami orang Baduy hanya belajar bela diri. Itu pun hanya untuk membela diri, dilarang menyerang terlebih dahulu,” ujar Jamal seorang warga kampung Cicakal, kawasan Baduy Luar, dalam sebuah percakapan di malam sunyi, akhir November 2012.

Warga Baduy Luar

Warga Baduy Luar

Baduy dikenal sebagai suku yang sangat memegang teguh adat-istiadat dari nenek moyang mereka. Aturan diberlakukan sangat ketat, terutama di Baduy Dalam. Semua harus patuh atau menanggung risiko diusir dari komunitas. Itulah cara Suku Baduy menjaga kearifan lokal meski generasi terus berganti.

Nyaris semua sendi kehidupan dinaungi aturan adat. Tak terkecuali urusan berolahraga. Seperti penuturan Jamal, orang Baduy hanya boleh mengenal bela diri, dengan tujuan mempertahankan diri. Adapun olahraga lainnya tidak disentuh oleh mereka, apalagi yang beraroma persaingan atau kompetisi, termasuk sepak bola. Olahraga paling digemari di dunia ini tidak pernah dimainkan oleh anak-anak Baduy. Fakta tersebut cukup menarik karena sepanjang perjalanan melewati kampung-kampung Baduy Luar, saya mendapati sejumlah anak maupun pemuda mengenakan kaus klub-klub top Eropa, seperti Inter Milan, Manchester United atau Barcelona.

“Sepak bola itu menyimbolkan persaingan, padahal orang Baduy tidak mengenal persaingan. Kami diajarkan untuk setara, saling membantu, itu yang membuat kehidupan di sini tenang. Hampir semua olahraga mengandung unsur persaingan, termasuk sepak bola dan bulu tangkis. Kami tahu sepak bola dan menyukainya, tapi tidak memainkannya,” urai Jamal.

Pak Cacak

Pak Cacak

Jamal adalah keponakan Pak Cacak, warga Baduy Luar yang menjadi pemandu saya dan tiga orang teman saat menjelajahi Baduy. Dalam perjalanan menuju Desa Cibeo, Baduy Dalam, kami memutuskan menginap di rumah Pak Cacak. Berbeda dengan Pak Cacak yang pendiam dan kurang fasih berbahasa Indonesia, Jamal sangat ramah dan luwes dalam bergaul. Maklum, dia pernah merantau agak lama ke luar Baduy. Dari pria berusia 29 tahun itu kami banyak mendapat cerita tentang prinsip-prinsip kuat yang masih dipegang teguh warga Baduy hingga sekarang.

Sebagai orang yang tumbuh di tengah-tengah dogma kehidupan modern, saya dibuat terheran-heran dengan adat istiadat Suku Baduy. Sejak kecil saya disuguhi berbagai tontonan persaingan. Perlombaan menjadi yang terbaik di sekolah, di arena olahraga, meniti karier, beradu cantik di pemilihan putri-putrian, hingga perebutan  jabatan di tingkat RT hingga kursi presiden. Bagaimana mungkin orang Baduy bisa hidup tanpa nafsu bersaing? Tapi faktanya mereka memang bisa.

Tak sedikit warga Baduy yang mengenal kehidupan modern, khususnya warga Baduy Luar yang bisa interaksi dengan dunia luar dengan lebih bebas dibandingkan warga Baduy Dalam. Orang Baduy Luar sudah banyak yang berpakaian modern, memakai sandal, bahkan beberapa punya telepon genggam. Mereka juga boleh bepergian menggunakan kendaraan umum. Sedangkan warga Baduy Dalam dibatasi peraturan lebih ketat. Kemana-mana mereka harus berjalan dan tidak boleh mengenakan alas kaki. Dalam berpakaian, orang Baduy Dalam juga punya aturan sendiri. Pakaian mereka khas perpaduan baju putih dan biru dari bahan alamiah. Tapi aturan ketat tak membuat orang Baduy Dalam buta terhadap kehidupan luar. Mereka mengenal simbol-simbol modernitas seperti mobil, televisi dan baju-baju mewah saat sedang berpergian ke luar, bahkan hingga Jakarta dan Bandung.

Deretan rumah di perkampungan Baduy Luar

Deretan rumah di perkampungan Baduy Luar

Jembatan bambu

Jembatan bambu

Tak tergodakah mereka dengan segala kemudahan dan kemewahan duniawi itu? “Jadi orang Baduy itu enak, tak perlu mikir harus beli mobil dan sebagainya. Kalau di luar sana pasti kepikiran harus beli mobil dan ini-itu. Bikin pusing,” tutur Jamal sembari melepas tawa.

Adat orang Baduy Dalam berjalan kaki ke manapun juga masih membuat saya terheran-heran. Perjalanan dari kampung Baduy yang terletak di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten ke Jakarta biasanya ditempuh dalam dua hari. Sedangkan perjalanan ke Bandung memakan waktu lima hari. Trik berjalan kaki ala Baduy bukan terletak pada kecepatannya, tapi pada kemampuan untuk terus berjalan dengan sedikit beristirahat. Sesuai adat Baduy yang sangat menjaga keharmonian alam, naik kendaraan bermotor yang jelas-jelas mengotori udara sangat dilarang. Tak hanya mobil atau motor, orang Baduy Dalam memang dilarang naik kendaraan apapun, termasuk becak dan gerobak sekalipun.

Lalu, tak tergodakah mereka untuk mencuri-curi naik kendaraan saat perjalanan? Toh tindakan mereka kemungkinan tak akan diketahui oleh kepala suku yang berdiam di kampung Baduy Dalam. “Kalau sampai ketahuan kami jelas akan dihukum. Tapi bukan itu masalahnya. Mungkin manusia tidak tahu perbuatan kami, tapi Yang Maha Kuasa selalu tahu,” jelas seorang warga Baduy Dalam (saya lupa namanya), ketika saya menanyakan tentang aturan berjalan kaki yang mereka anut. Orang Baduy menganut kepercayaan Sunda Wiwitan.

Jawaban itu sangat menohok saya. Ya, intinya adalah kejujuran. Masyarakat sederhana itu mengajarkan kepada kami bahwa kejujuran wajib dijunjung tinggi, pantang dimanipulasi dengan trik-trik kotor. Terbukti negara ini banyak menderita gara-gara perbuatan menafikkan kejujuran dan seruan suara hati. Korupsi yang merajalela jelas buah dari kerakusan dan ketidakjujuran.

Dua hari berinteraksi dengan masyarakat Baduy mengajarkan banyak hal. Keteguhan mereka dalam menjaga kearifan lokal pantas diacungi jempol mesti kadang tidak rasional untuk ukuran “manusia modern”. Cara masyarakat Baduy dalam berinteraksi dengan alam sekitar juga begitu bijak. Mereka hidup mandiri memanfaatkan alam tanpa merusaknya. Orang Baduy Dalam bahkan tidak menggunakan sabun mandi, pasta gigi dan sabun cuci untuk menjaga kemurnian air. Dalam bercocok tanam pun orang Baduy menerapkan aturan khusus agar alam tidak rusak.

Padi di tanam di ladang, bukan sawah

Padi ditanam di ladang, bukan sawah

baduy3

Peralatan makan dan minum dibuat dari bahan alamiah. Piring digantikan oleh daun pisang, sedangkan fungsi gelas digantikan bambu dan panci terbuat dari tanah. Listrik? Jangan harap. Rumah-rumah di Badui Dalam bahkan tidak menggunakan paku! Bahkan setahun sekali ada pembersihan barang-barang modern yang tidak sesuai dengan adat istiadat Baduy. Razia ini berlaku di Baduy Dalam dan Luar. Piring, botol-botol kaca, radio dan tentu saja telepon genggam bakal kena razia, kecuali tidak ketahuan. Menurut penuturan Jamal dan Pak Cacak, ternyata memang ada beberapa warga “nakal” yang sengaja menyembunyikan benda-benda modern milik mereka supaya lolos dari razia.

Orang Baduy juga tidak mengenal sekolah. Kejujuran lebih penting daripada kepintaran. Bagi orang Baduy kepintaran kadang berbahaya. Orang pintar berpotensi ingin menguasai dan sok tahu. Jamal mencontohkan seorang anak bisa berani kepada orangtuanya hanya gara-gara merasa lebih pintar. Alasan yang masuk akal, meski untuk yang satu ini saya masih agak sulit menerimanya. Sedangkan untuk menambah pemasukan, warga Baduy menjual berbagai macam kerajinan, termasuk kain tenun.

baduy2

Warga Baduy dalam

Daftar larangan saat memasuki Baduy

Daftar larangan saat memasuki Baduy

Yang jelas, masyarakat Baduy akan terus melangkah dengan menjaga adat istiadat mereka. Orang luar seperti saya hanya bisa membantu dengan menghormati prinsip-prinsip dan kearifan lokal yang mereka pegang teguh. Salah satunya dengan mematuhi aturan saat berkunjung ke sana. Biarkan masyarakat Baduy hidup nyaman dengan keserhanaan mereka.

“Saya tidak betah lama-lama meninggalkan Baduy. Kangen dengan air di sini,” kata seorang pemuda Baduy Dalam sembari memamerkan senyum polosnya.

Banten, 23-24 November 2012

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

12 Responses to Orang Baduy Tidak Bermain Sepak Bola

  1. kazwini13 says:

    mas, boleh minta CP pemandu untuk ke baduy?
    berapa harganya?
    Terimakasih 🙂

  2. kazwini13 says:

    eh maaf, mba 😦
    bukan Mas 😦

  3. Guide-nya namanya pak cacak…nomernya 085774250827. Kemarin aku ngasih 200 ribu, soalnya nginep di rumahnya juga mbak. Kalau umpamanya pak cacak gak bisa, nanti bisa nyewa guide di ciboleger, di situ banyak guide….Sebaiknya ke sana kalau habis musim ujan saja, jalannya licin kalau hujan..tapi dijamin asyik…hehehehe

  4. Pnasaran stelah dengar cerita di talkshow, setelah ubek-ubek nemu juga artikel ini hehe.
    Sumpeh kepingin banget ngerasain hidup bareng Suku Baduy, mbak… Moga aja tahun ini kesampaian 🙂

  5. Dede Ruslan says:

    penasaran mbak pengen ngobrol langsung sama org baduy, katanya disana bahasanya sunda ya? nyambung ga ya sama bahasa sunda dari priangan 😀

    • yusmei says:

      iya sebagian besar pake bahasa sunda, tapi dah banyak yang bisa bahasa indonesia kok, apalagi di desa cibeo, badui dalam, hampir sebagian besar sudah bisa bahasa indonesia ruslan 🙂

  6. Pingback: etnografi-kampung baduy | adelinaart

  7. kumeoksamemehdipacok says:

    sekarang kira2 masih ada ga ya ?

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: