Musuh Abadi Baluran : Akasia!

Jalan dan savana

Jalan dan savana

Memandang hamparan rerumputan berwarna hijau kekuningan di savanna Taman Nasional Baluran terasa menenangkan. Segala beban akibat dihajar rutinitas kehidupan seolah terangkat pelan-pelan. Saya menyebutnya sebagai relaksasi.

Tapi, siapa sangka keindahan savana dan keragaman satwa di Baluran sedang terancam. Sejak puluhan tahun silam, taman nasional yang terletak di Situbondo, Jawa Timur itu diam-diam memiliki musuh abadi. Perjuangan untuk membebaskan diri dari ancaman sang musuh masih berlangsung sampai sekarang. Jika kalah dalam pergulatan, eksotisme savana dan keragaman satwa di Baluran mungkin saja bakal punah.

Cerita mengenai masalah serius yang dihadapi Baluran itu saya dengar dari Mas Joko, seorang penyuluh di Taman Nasional tersebut, akhir Mei lalu. Saya dan empat teman seperjalanan (Femi, Shava, Pesta dan Ririn), cukup kaget dengan kisah tersebut. Kekagetan kami bertambah setelah tahu bahwa musuh besar Baluran adalah pohon akasia! Bagaimana bisa?

Mas Joko (kiri)

Mas Joko (kiri)

Balada akasia berawal pada periode 1960-an. Saat itu, Baluran sering diganggu kebakaran hutan. Insiden-insiden tersebut tak lepas dari keberadaan savana yang ternyata mudah memicu terjadinya kebakaran. Peneliti dari pemerintah pusat pun diterjunkan untuk mengatasi masalah. Hasilnya mereka merekomendasikan sebuah solusi, yaitu mendatangkan akasia berduri alias acacia niloticai dari Afrika. Akasia dianggap sebagai solusi ideal untuk mencegah meluasnya kebakaran alias berfungsi menjadi fire break.

Pemerintah gembira karena cara tersebut terbukti cukup efektif. Akasia mampu berfungsi sesuai harapan. Tapi siapa sangka apa yang ditawarkan akasia berduri itu hanya kegembiraan semu. Blunder telah terjadi. Langkah yang semula dianggap sebagai solusi cerdas berubah menjadi petaka. Akasia berduri perlahan menunjukkan wajah aslinya dan mulai “menjajah” kawasan savana. Pengelola Baluran pun kalang kabut.  “Dulu luas savana di sini sekitar 10.000 hektare. Tapi akasia memakan kawasan savana hingga kini tersisa sekitar 3.000 hektare sampai 4.000 hektare,” beber Mas Joko.

Akasia berduri memang sangat mudah berkembang. Ketika akasia berbiji dan berbunga, maka serbuknya mudah terbang ke mana-mana. Inilah yang menyebabkan populasi akasia berduri cepat sekali membesar. Jika tak segera diambil langkah pencegahan, eksistensi savanna Baluran berada pada zona bahaya. Apalagi akasia memiliki zat alelopati yang menyebabkan tanah di sekitarnya jadi kering dan beracun. Alhasil, tanaman-tanaman di sekitar akasia bisa mati. Akasia jenis ini juga berbahaya karena durinya mudah melukai satwa-satwa liar yang menjadi penghuni Baluran.

Menurut Mas Joko, berbagai macam cara sudah dicoba untuk menghambat dan mengurangi jumlah akasia di Baluran. Tapi sampai sekarang akasia belum juga berhasil dimusnahkan. Jangankan memusnahkan, usaha mengurangi jumlah akasia ternyata tidak gampang. Bahkan pegawai di Departemen Kehutanan Indonesia sejak dulu menyebut memerangi akasia berduri di Baluran adalah sebuah proyek abadi.

“Yang bisa kami lakukan adalah berusaha mengurangi jumlah akasia sedikit demi sedikit, atau paling tidak mencegah supaya jumlah akasia tidak bertambah. Kami sudah mencoba melakukan pembabatan dengan mesin, atau mencabuti secara manual. Tapi kuantitas sumber daya manusia yang kami miliki memang terbatas,” urai Mas Joko.

Saya sendiri sebenarnya belum terlalu “ngeh” dengan bentuk akasia berduri yang jadi musuh Baluran ini. Tanaman-tanaman akasia tumbuh cukup jauh dari jalur utama yang biasa dilewati para pengunjung Baluran. So, saya hanya bisa berharap semoga perang abadi melawan akasia berduri bisa segera dimenangi. Rasanya tidak rela jika suatu saat keindahan Baluran lenyap begitu saja hanya gara-gara pohon akasia!.

Situbondo, 27 Mei 2013

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

31 Responses to Musuh Abadi Baluran : Akasia!

  1. noe says:

    Waah simalakama ya akasianya.. 😦

  2. johanesjonaz says:

    aaaah… kangen sama Afrika van Java

  3. DianRuzz says:

    Wah! Aku baru tahu kalau karakter akasia seperti itu mbak. Soalnya dsini biasanya menjadi tumbuhan liar yg tdk terlalu diperhatikan.
    Ga kebayang klo savananya hilang diganti “hutan”: akasia

  4. nyonyasepatu says:

    oh ini ceritanya pantes di savana banyak banget loh 😦 sampe luka2 pas lewat huhu

    • yusmei says:

      iya gitu non. Eh tapi aku malah gak nemu akasia ini lho, soalnya juga gak sempet eksplore savana banget2 gara2 hujan 😦

      • nyonyasepatu says:

        ohh kamu gak sempet belusukan? aku cuman 2 hari 1 malam disana, tapi seharian itu entah kemana2 blusukan sampe tengah malam haha

      • yusmei says:

        gilaaaa..bisa blusukan ke mana-mana gitu. gak takut macan tutul tuh? hahaha. Rencananya kemarin mau blusukan malam gitu, tapi dibatalin gara2 hujan non hiks hiks

  5. tulisane apiikkk.. begitu informatiiffff 😀

  6. rahmattrans says:

    Baru tau saya kalau Akasia bisa jadi moster gitu…. habislah yang lain gara-gara sidoi penyebar toxin… mmmm….

    Seharusnya bukan proyek pemerantasan Akasia yang diperlukan, tetapi proyek penelitian cara memusnahkan akasia itu yang penting dulu…. khan sumbernya gara2 rekomendasi para peneliti sebelumnya…… mmmm…

    Salam kenal, sis 🙂
    visit:
    http://homehay.wordpress.com

    • yusmei says:

      katanya sudah dilakukan berbagai macam penelitian, tapi belum ketemu solusi yang tepat…sejauh ini cara memberantas akasia yang paling masuk akal pake pembabatan itu…
      Yaaah peneliti juga manusia biasa 🙂
      salam kenal juga..
      langsung meluncur ke lapak deh 🙂

  7. dee nicole says:

    wedhusku doyan ketok’e 😉

  8. Baru tau cerita nya begitu, waktu ke baluran beberapa tahun lalu tuch panas nya juara banget. Ampe kulit putih mulus ku kebakar menghitam 😦 tapi baluran mmg mempesona 🙂

  9. nopan says:

    akasia berduri jg mengubah pola makan hewan disana yg dulunya makan rumput jadi makan biji akasia. kata saudara saya yg tinggal dekat baluran, tahun 80an banteng n merak masih banyak skg jarang terlihat. mungkin ada hubungannya juga

    • yusmei says:

      Oo ternyata juga ngubah pola makan…dampaknya luas ya. Katanya jumlah banteng memang terus berkurang, mungkin ada perburuan ilegal juga ya

  10. waduh, klo kaya gini mah berarti kudu buru2 ke baluran atuhh..
    jadi penasaran sama akasia ini *makhluk orang awam sama yang namanya tanam-tanaman

  11. ini kasusnya sama seperti di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jenis tanaman ini disebutnya sih tanaman invasif. sangat merugikan karena mematikan tanaman asli yang tumbuh, merubah habitat satwa. kmarin saya ke TN. Bukit Barisan Selatan, hutannya hampir mati, mantangan (tanaman invasif) dimana2 menutup jalur. mau lewat aja harus ngebabat dulu, bisa kebayang hewan2 kalo mau cari makan gak bisa lewat. 😦

    • yusmei says:

      Berarti mungkin ada yang salah dalam pengeloaan taman-taman nasional. Kalau di Baluran, kesalahannya karena keputusan memakai akasia berduri sebagai fire breaks tanpa disertai kajian yang lebih dalam, sehingga akasia malah menginvasi. Kalau di TN Bukit Barisan apa ya akar masalahnya mas? Tanaman itu memang tumbuh sendiri atau kesalahan pemilihan? 🙂

      • kalo yang saya baca dari berita kompas dan wawancara dengan polisi hutan yang menemani ekspedisi saya di TN Bukit Barisan Selatan, tanaman invasif di TN BBS yaitu mantangan merebak karena penebangan pohon-pohon yang berfungsi sebagai kanopi. Mantangan sendiri merupakan tanaman asli di TN BBS. Merebaknya mantangan karena mendapat sinar matahari yang cukup. Jadi tumbuh sendiri mba yusmei. Di TN BBS pun sudah ada percobaan proyek pembasmian mantangan dengan pembabatan dan mencoba dengan menanam tanaman lawannya. tapi dirasa belum efektif. Sepanjang perjalanan ekspedisi saya selama 8 hari, mantangan mendominasi di hutan TN BBS. Sangat berbahaya dan harus segera diantisipasi. Nanti saya akan share di blog ini hasil ekspedisi saya. 😀

      • yusmei says:

        ditunggu artikelnya ya…jadi penasaran. kalau susdah terlanjur banyak gitu pasti susah, apalagi SDM di TN BBS pasti juga terbatas, begitu juga anggaran dari pusat. semoga segera ada solusi yang efektif ya mas 🙂

Leave a reply to cumilebay.com Cancel reply