Warna Warni Pelabuhan Muncar
September 9, 2013 37 Comments
Bau amis segar khas ikan laut merasuk ke lubang hidung ketika kaki melangkah menyusuri jalan-jalan berdebu menuju pelabuhan Muncar. Peluh perlahan mengalir membasahi baju. Matahari benar-benar bersinar garang tanpa kompromi, membuat waktu seolah berjalan sangat lamban.
Siang itu saya menyambangi Pelabuhan Muncar bersama empat teman seperjalanan, Femi, Pesta, Ririn dan Shava, serta dipandu Mas Donna. Setelah berjalan sekitar 15 menit dari tempat memarkir kendaraan, mata kami akhirnya mendapati pemandangan semarak. Itulah pelabuhan Muncar yang kami cari. Sebuah pelabuhan tradisional terbesar kedua di Nusantara setelah Bagan Siapiapi.
Pelabuhan ikan ini berada di Wilayah Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, yang menghadap ke Selat Bali. Awalnya saya buta mengenai pelabuhan ini. Ketika Mas Dona memasukkan Pelabuhan Muncar dalam destinasi perjalanan di Banyuwangi, akhir Mei lalu, saya hanya mengiyakan. Tenyata pilihan Mas Donna memang selalu jempolan.
Semarak, meriah dan cantik! Tiga kata tersebut pas untuk mewakili Muncar. Berlatar langit biru dengan selingan awan putih berarak, puluhan kapal bersandar dengan anggun di pelabuhan, seolah pamer kecantikan. Kapal-kapal di sini sangat berbeda dengan di pelabuhan lain. Tak ada yang jelek. Semua bercat mencolok perpaduan putih, biru merah maupun kuning, penuh aksesoris aneka rupa dan umbul-umbul. Di bagian atas kapal, bertengger lukisan berbingkai indah, yang gambarnya beraneka rupa mulai anak kecil, wanita, pahlawan dan mungkin orang-orang terkenal lainnya. Di beberapa kapal, ada pula yang beraksesori seperti singgasana, benar-benar meriah. Model kapal khas Muncar ini disebut dengan pakesan.
Kapal besar di Pelabuhan Muncar ini disebut slereg, setiap unit jumlahnya sepasang. Kapal yang besar berlayar di depan mengangkut jaring dan berfungsi sebagai pemburu ikan, mampu menampung sekitar 50 orang. Sedangkan kapal yang lebih kecil digunakan untuk menampung ikan hasil tangkapan. Di bagian lain pelabuhan, ada kapal-kapal yang lebih sederhana berkumpul terpisah.
Sembari mengamati kapal-kapal meriah di sepanjang pelabuhan, Mas Donna menggiring kami ke sebuah tempat agak teduh. Kami kemudian dipertemukan dengan seorang pria berkaus putih-hijau dan berkacamata. Usianya 37 tahun, pembawaannya santai dan logatnya sangat kental khas Madura. Ridiyanto namanya, asli Pamekasan. Sejak tahun 1990 Pak Ridiyanto merantau ke Muncar.
Muncar sejak dulu memang magnet bagi pendatang. Ratusan tahun lalu suku Madura, Bugis, Mandar, Melayu, China, Jawa, hingga kongsi dagang Inggris dan pasukan Belanda datang ke tempat tersebut untuk mencari kekayaan Blambangan, berdagang, dan merebut kekuasaan. Kondisi itu berlanjut hingga kini. Pak Ridi salah satunya.
Dua tahun setelah menetap di pelabuhan, pria berkacamata ini mulai mencoba mengadu nasib sebagai nelayan. Perlahan tapi pasti, beliau menapaki kesuksesan. Pada tahun 2005 sebutan juragan darat akhirnya dengan resmi disandangnya. Juragan darat adalah sebutan bagi pemilik kapal. Lima tahun berselang, kapal milik Pak Ridiyanto bertambah menjadi dua.
“Modal awal untuk jadi juragan darat sangat besar, sekitar Rp1 miliar, itu belum termasuk operasional. Satu kapal slereg harganya minimal Rp750 juta, itu pun perahunya tidak baru. Kalau baru harganya sekitar Rp1,2 miliar. Kami jarang memakai kapal slereg baru karena terlalu mahal,” urai Pak Ridi.
Menurut Pak Ridi, jumlah kapal slereg di Muncar sekitar 100 buah. Kapal-kapal tersebut didatangkan dari Madura, terlihat dari corak dan warna yang sangat semarak. Adapun pemeliharaan dilakukan di Muncar atau Bali. Meskipun dana untuk membeli kapal sangat besar, juragan darat bisa cepat balik modal asalkan ikan di Muncar melimpah.
Sebuah kapal slereg mampu menampung sekitar 30 ton sampai 50 ton ikan, biasanya ikan lemuru, tongkol atau layang. Pada musim ikan, dalam semalam satu kapal slereg mampu meraup ikan sebanyak 30 ton! Itu artinya dalam semalam, juragan darat bisa meraup untung hingga ratusan juta. Bahkan pada 1997 nelayan-nelayan di Muncar pernah membuang-buang ikan karena jumlahnya terlalu melimpah.
Melimpahnya ikan di Muncar menarik para investor datang untuk membangun pabrik pengolahan ikan di Banyuwangi. Industri pengalengan ikan dari skala kecil hingga besar berkembang dan memadati kawasan Muncar. Ada pula pabrik tepung ikan dan gudang pendingin ikan, yang membuat kehidupan Pelabuhan Muncar selalu berdetak.
Saat ini masalah yang dihadapi nelayan Muncar adalah kesulitan memprediksi kapan laut berlimpah ikan. Ramalan dari BMKG juga tak lagi sepenuhnya dapat diandalkan. Padahal jika salah hitungan, perburuan ikan terancam minim hasilnya. Alhasil, para nelayan pun harus siap-siap merugi. Siang itu, tak banyak kapal yang melaut. Aktivitas di pelabuhan juga sepi. Para nelayan sepertinya memilih menunggu waktu yang tepat untuk berlayar.
Keberhasilan perburuan ikan bisanya juga dipengaruhi keterampilan juragan tengah yang ikut melaut. Menurut Pak Ridi, juragan tengah adalah orang yang punya keahlian khusus dan dipercaya memimpin perburuan ikan. Gajinya lima kali lipat awak kapal biasa. Juragan tengah punya kemampuan membaca bintang, tahu di mana tempat ikan, cara menggiring dan menangkap ikan dan paham tentang cuaca dan arus laut. Untuk menjadi juragan tak ada sekolah khusus, mereka belajar secara otodidak. Namun, seperti yang belakangan sering dikeluhkan, laut Muncar kini semakin sulit diprediksi. Membawa juragan tengah yang super ahli pun tak menjamin perburuan ikan berujung sukses.
“Biaya operasional melaut dalam sehari sekitar Rp5 juta, untuk bayar awak, beli bahan bakar dan es batu. Nelayan sini mencari ikan di daerah sekitar muncar sampai Selat Bali, kadang sampai teluk pancer dekat Pulau Merah. Kalau pas ikannya banyak, uang segitu tidak masalah. Tapi kalau pas sepi, kami rugi. Jadi juragan slereg bisa cepat kaya, tapi bisa juga cepat miskin. Kalau memang gak jodoh bisa miskin beneran,” ujar Pak Ridi sembari melepas tawa.
Sebelum berpisah, Pak Ridi tak lupa mengundang kami untuk kembali berkunjung ke Muncar saat petik laut. Itu momen ketika Muncar “berpesta dan bersolek”. Petik laut merupakan agenda tahun setiap 15 Suro dalam penanggalan Jawa. Ini sebagai bentuk rasa syukur nelayan kepada laut yang menjadi sumber rejeki berupa persediaan ikan yang tak ada habisnya. Kapal-kapal cantik di Muncar bakal bersolek habis-habisan pada momen tersebut. Momen yang sepertinya terlalu menarik untuk dilewatkan.
Matahari semakin tinggi, waktunya kami harus melanjutkan langkah dan meninggalkan warna-warni khas Muncar. Kunjungan pun ditutup dengan undangan makan siang di rumah Pak Ridi. Hati senang, perut pun kenyang.
Banyuwangi, Mei 2013
Kapal-kapalnya cakeeeep.
bangettt…juara deh dibandingin kapal2 di pelabuhan lain *kayak sering ke pelabuhan aja 🙂
Kalo di Palembang paling juga liatnya perahu getek hwhwhw
sama…di solo juga adanya getek ghahahaha
wah aku kemaren gak sempat mampir jalan2 ke Banyuwangi :(. Great post!
ke sana kalau pas petik laut ajaaa…kayaknya keren! 🙂
kapan itu? info yeeeessss….
Suro itu kan habis bulan haji…jadi sekitar november pertengahan jo…kalau gak salah…:))))
oke sip!
Mirip di Sunda Kelapa, tapi beda di kapalnya.. Di Muncar lbh berwarna!
Waaah malah blm pernah ke sunda kelapa…jadi malu heheeheh
kalau kesana tanggal 15 sura (kalender jawa) lebih rame lagi kak
ada acara petik laut yang diadakan setiap tahunnya 😀
iya bang harusnya pas petik laut sih,,,kapan2 deh kalau ada waktu ke sana lagi trus ikut berlayar 🙂
Aju mau keranjang2 bambu ituuuuuuuu
hahahhaha yang dipengeni malah keranjang bambu…angkuuut dah
Laper mata aku kalo liat yg begituan
ntar kalau ke sana diborooong :)))
Wah kapalnya cukup banyak..
iya….mana bagus2 🙂
Hati senang perutpun kenyang… ayo berlayar sampai mykonos!! 🙂
masss,,,itu kejauhan. Kapalnya gak sangguppp 🙂
langitnya bagus banget… cakep dengan kapal warna warninya
kapalnmya fotogenic #eh 🙂
perahunya fotogenit
genit dan kemayu :))
Banyuwangi masih banyak yang belum terkuak potensi wisatanya yah….
Arggg jadi pingin explore lebih dalam tentang Banyuwangi >.<
aku juga belum puas eksplor Sunrise of Java itu liiim 🙂
Ah keren warna warin kapal nya
warnanya kaya permen 🙂
Nitip kapal satu dong mbak kalau ke sana lagi.. Beliin yg murah2 aja *dikira 750jt itu murah* :p
beress ntar dibeliin dua *aku kan orang kayaah :)))
Jadi penasaran kaya apa meriahnya acara petik Laut itu . . .
pernah liat dokumentasinya di media memang meriah pak..dan kita bisa ikut berlayar kalau memang ingin 🙂
wah kapal kapal bagus bagus ngga seperti daerah lain… oiya mo nanya punya nomor hp pak juragan darat pak ridi? atau juga yg jual tepung ikan di muncar dan bisa di hubungi, sebab saya mau beli tepung ikan di muncar
maaf sebelumnya dan terima kasih
waduh sebelumnya sempat nyimpan nomernya pak ridi mas, tapi hp-nya itu rusak. nomer tidak terselamatkan semua 😦
aQ bangga jd anak asli Muncar…
Salam buat kalian yG prnah kesana
Salam kenal 🙂