Ngubek-Ubek Museum di Jogja
April 14, 2015 49 Comments
Banyak hal bisa dilakukan di Jogja. Mengunjungi keraton, belanja di Beringharjo, jalan-jalan di Tamansari atau Jalan Malioboro, ngemall, ngubek-ngubek pusat Shoping, atau ngadem di Kaliurang. Semuanya menyenangkan. Tapi, tak ada salahnya kan mencoba pengalaman yang berbeda? Jelajah museum misalnya. Jogja punya puluhan museum. Jika hanya punya waktu sehari di Jogja, tak mungkin bisa mengunjungi semuanya. Empat mungkin sudah cukup. Tapi kalau waktunya longgar, banyak pilihan museum yang bisa disambangi.
Tur Museum bisa dimulai dari Kaliurang yang sejuk. Sebuah museum berkelas berdiri anggun di kawasan wisata tersebut, tepatnya di Taman Kaswargan. Museum Ullen Sentalu namanya. Museum ini sangat recommended dikunjungi, mungkin salah satu museum terbaik di Indonesia. Selama satu jam, kita akan dibawa berkelana ke masa lalu, menikmati sejarah keraton Yogyakarta dan Surakarta. Pengunjung harus merogoh kocek sebesar Rp25.000 untuk masuk ke museum ini. Harga yang sebanding dengan pengalaman yang didapat, apalagi pengunjung selalu didampingi guide yang fasih mendeskripsikan koleksi-koleksi museum dan kisah di baliknya. Cerita lengkapnya ada di postingan ini .
Jelajah museum berlanjut ke Museum Affandi di Jl. Laksda Adisucipto No. 167 Yogyakarta, jalan utama yang menghubungkan Jogja dan Solo. Banyak orang tak menyadari keberadaan museum yang menyimpan kisah kehidupan Affandi, sang maestro lukis Indonesia, ini. Saya mengunjungi museum ini bersama Azizah, Halim dan Rifqy, tahun lalu. Museum tersebut tak hanya memamerkan masterpiece Affandi, namun juga ada lukisan karya anak-anaknya, sanggar melukis anak-anak, serta rumah yang dulu ditinggali sang maestro. ”Pak Affandi kalau pas melukis sukanya berpakaian santai. Hanya mengenakan kaus dan celana kolor. Beliau juga sangat suka merokok,” urai Fajar, pemandu yang menemani kami siang itu.
Total ada sekitar 3.000 lukisan disimpan di sana, namun hanya 400 yang dipamerkan di tiga galeri. Sebanding dengan kualitasnya, lukisan-lukisan Affandi berbanderol mahal, minimal senilai Rp2,5 miliar. Namun ada delapan lukisan di Galeri I yang pantang dijual, berapa pun harganya. ”Dulu yang memilah-milah lukisannya Pak Affandi sendiri. Yang disimpan di Galeri I itu tidak boleh dijual. Berapa pun harganya. Padahal banyak orang luar negeri yang nawar,” cerita Fajar, yang ternyata sedang magang di museum itu.
Sedangkan lukisan anaknya, Kartika dan Juki, masing-masing dibanderol Rp250 juta dan Rp10 juta. Yang menarik, museum tersebut juga menjadi rumah abadi sang maestro. Sebelum meninggal, Affandi berpesan ingin dimakamkan di kompleks museum, di antara Galeri I dan Galeri II, makam istrinya Maryati, dan ukiran karya sahabatnya dari Bali. ”Ukiran itu dari sahabat Pak Affandi, namanya Pak Cokot,” kata Fajar.
Petualangan telusur museum bergeser makin ke tengah kota. Destinasi ketiga adalah Museum Batik Yogyakarta. Mengenal Jogja terasa tak lengkap tanpa mengenal batiknya yang tersohor. Yogyakarta merupakan salah satu Kota Batik di Tanah Air, bersama dengan Solo, Pekalongan, Lasem, dan lain-lain. Wajar jika kota ini menyimpan koleksi batik-batik berkualitas tinggi dan sarat filosofi. Meskipun sudah dibuka sejak 1979, museum yang terletak di Jl. Dr. Sutomo No. 13 A, kurang begitu dikenal, bahkan oleh warga Jogja sendiri.
Lokasinya bukan di pinggir jalan raya. Bangunan museum sangat sederhana, dindingnya dilapisi cat warna merah muda, dengan jendela model lama yang berteralis. But, don’t judge a book by it’s cover. Koleksi museum yang didirikan atas prakarsa suami istri Hadi Nugroho dan Dewi Sukaningsih ini bagaikan gudang harta karun. Koleksi tertua adalah batik yang dibuat pada era 1700-an atau lebih dari empat abad silam. Koleksi yang berjumlah ribuan sebagian di-display, sedangkan sebagian lainnya disimpan di lemari-lemari dinding. Selain batik motif Yogyakarta, museum ini juga punya koleksi batik dari penjuru Nusantara, seperti Solo, Lasem, Cirebon, Indramayu, dan lain-lain. Sayangnya koleksi-koleksi di bagian dalam museum tak boleh difoto. Ada guide yang dengan senang hati menjelaskan isi museum dengan detail, termasuk koleksi sulaman tangan indah karya Dewa Sukaningsih alias Oma Dewi. Jika datang berombongan, kita juga bisa ikut kelas belajar membatik di museum itu. Hidup batik!
Penutup tur Museum adalah kunjungan ke Museum Mainan Anak Kolong Tangga, yang lokasinya tak jauh dari Jalan Malioboro. Letak museum berbasis pendidikan ini sejalan dengan namanya, benar-benar berlokasi di kolong tangga. Tepatnya di kolong tangga Taman Budaya Yogyakarta. Apa yang menarik dari museum ini? Yang jelas saat memasuki museum, saya seolah dibawa masuk mesin waktu, diajak bernostalgia. Siap-siap tersenyum sendiri karena memori masa lalu bermunculan begitu saja. Mainan anak dari zaman Majapahit hingga masa kini, baik dari Indonesia maupun mancanegara dapat dijumpai di sana. Tiket masuknya pun sangat murah, hanya Rp4.000. Museum ini bagaikan oase di tengah serangan games-games elektronik dan permaianan online, mengajak anak menikmati permainan yang aktif sembari mempelajari bebagai budaya dari berbagai negara.
Saat ini museum yang diprakarsai artis Belgia, Rudi Corens, tersebut punya sekitar 10.000 mainan, namun tak semuanya dipajang karena luas ruangannya tak seberapa. Mau tahu mainan apa saja yang ada di sana? Ada boneka tangan dari cerita rakyat Persia, mainan bus Double Decker London buatan tahun 1965, sebuah gantungan jaket untuk anak-anak dengan tema Puteri Salju dan Tujuh Kurcaci buatan tahun 1967, gasing, bekel, desain awal Pinokio dari edisi pertama buku Collodi, robot-robot, permainan kuarter dan masih banyak lagi.
Ada satu bagian di museum ini yang menarik perhatian saya, yaitu di pajangan senjata mainan. Pihak museum mengkritik pembuat manian di dunia yang masih saja memproduksi senjata mainan. Mereka melengkapi kritrikan itu dengan memajang foto seorang anak yang sedang memegang ”mainan” bazooka, permainan anak di Ramallah, Palestina. Pihak pengelola museum menegaskan mereka sangat tidak menyukai senjata, namun terpaksa tetap memajang mainan-mainan berbentuk senjata. Penjelasan tentang alasan di balik kebijakan itu dituliskan panjang lebar dan dipajang di dinding, sehingga bisa dibaca oleh para pengunjung. Mau tau apa alasannya? Silakan datang langsung ke Museum Anak di Kolong Tangga ya!
Noted
Ada beberapa museum lain di Yogyakarta yang penasaran saya kunjungi. Ini beberapa di antaranya.
1. Museum Sonobudoyo
2. Museum Wayang Kekayon
3. Museum Seni Lukis Kontemporer Nyoman Gunarsa
4. Museum Dewantara Kirti Griya
5. Museum Tembi
6. Museum Kayu Wanagama
7. Museum R.S. Mata Dr. Yap
8. Museum Batik Ciptowening
9. Museum Tani, Bantul.
10. Museum De Mata
11. Museum Gumuk Pasir Pantai Parangtritis
Ada rekomendasi lainnya?
Jogja, Januari 2014
Museum Sandi yuk… penasaran lihat bangunan kuno ama koleksinya yang terdengar tidak biasa 😀
Yoii Lim, sekalian pas nemoni Mbak Olen 😀
bangunan museum sandi kayak kuil2 di jepang yah 🙂
belum pernah ke sonooo 🙂
Pengen ke Ullen Sentalu :’)
Makanya buruan cus ke siniii mbak. No php pokoknyaaa *ngambek*
tapi kayaknya jauh ya dari jogja ke kaliurang mbak?
Enggak kok Na, paling 15 menit 😀
ih…masa 😀 *cubit mbak yusmei
Di Yogya banyak museum-museum unik ya :)). Setiap museum punya ciri khasnya masing-masing :hehe.
Iyaa unik-unik. Jumlahnya lebih dari 20 Gara. Dan baru men6gunjungi kurang dari 10. Masih banyak PR. :))
Semangat menyelesaikan PR, Mbak.
Siappp 😀
aku baru museum vredeburg, keraton sama monjali wae mbak hehehe…
Kalau monjali pernah sih, pas SD hahaha
pertama kali ke monjali jaman sd, nostalgigis banget soalnya gak puas cuma bentar, makanya pas gede kesini lagi… 🙂
dua museum pertama itu udah aku datangi mbak
yg lainnya belum..
ada lagi museum di Vredeburg
lalu pernah ke tempatnya Amri Yahya, pelukis batik, jaman study tour SMA dulu
aku lupa2 ingat dulu itu ke gallery atau museumnya ya..
terkesan karena lukisan batiknya bagus2 dan pewarnaanya kelihatan rumit
Wah aku malah belum pernah mbak yang museum Amri Yahya *buru-buru Gugling* ,malah belum pernah dengar nih mbak. Jadi penasaran, apalagi lukisan batik…pasti keren
Aku pingin nduwe Monopoli Gaya Baru deh. Tau nemu ndik akun @garasiopa ndik instagram, eh ternyata gak didol alias buat koleksi pribadih. 😦
Kuwi ndik museum kolong tangga, didol gak mbak? mbok menowo enek monopoli gaya baru jamanku SD biyen Bhahaha
Mbak, nek pingin ke Jogja, ngejak aku yo gelem. Pertengahan Mei ae ya. Hahahhaa..
Haha Monopoli Gaya Baru. Duh kethoke ng museum kolong tangga gak dijual juga masndob. Paling sing jual, para penjual barang antik kali ya. Tur hargane dadi larang.
Meh ng jogja ndadak ngejak sing omahe Nganjuk, kok adoh. Lha aku tinggal numpang prameks sejam tekan. Haha. Eh serius meh ke jogja masndob, mampir solo sisan
Yo nek dijak yo gelem mbak. Wong aku saiki seneng piknik hahaha. Buktine pas ndik jogja karo mawi wingi yo tak jabani bengi2 numpak sepur malioboro express jam 12 bengi sampe jogja jam 4 isuk hahaha..
Bareng mawi pisan mestine bocahe yo gelem. Hahah.. Opo ngene ae, mawi dijak ning solo? Hahahha
Eh iyo ya, mung 4 jam tekan jogja..solo mung 3 jam brarti. Yooh mawi dijak sisan, trus mesti ngejak mblusuk ng curug *siap2 pijet sikil* haha
3 jam tok ding. Budale sepur jam 12.30 tekan jogja jam 3.40 an. Lha nek tekan solo berati jam setengah telu isuk. Biyuh lak medeni pas akeh setan jam jam semono hahahah..
Mawi dipekso piknik sakliyane air terjun yo gelem kok. Buktine pas ndik goa pindul kae dee yo menikmati hahaha
wah sip kui, tapi aku ng curug yo gelem kok hahaha
Hahahaha.. Aku yo gelem
Banyaknya museum bukti begitu banyaknya hal menarik di negeri ini yang pantas untuk dikenang dan diabadikan. Salut ada anak muda yg masih cinta dan senang berkunung ke museum. 🙂
Setuju mas. Tapi sayangnya banyak museum juga pengelolaannya kurang maksimal, jadi kurang bisa menarik minat anak-anak atau remaja untuk berkunjung. Ini yang jadi PR bersama 🙂
museum biologi pernah nggak gan?
Nah itu belum pernah juga
si fajar keren yah… masih sma, apa smk pariwisata? keren euy magangnya di museum… bukan di hotel apa tempat wisata yang “mainstream” 🙂
SMK Pariwisata, trus dia bener-bener hapal tentang hal-hal yang berkaitan dengan museum itu. Anak yang pinter 🙂
#kasih 4 jempol
bener2 di kolong tangga doang apa ada ruangan lain mba? #numpang nyepam #lima cukup 😀
Ya cuma di kolong tangga ituuu
dikit dong mbak 🙂
Lukisan2 Affandy memang fantastis ya harganya.
Bener-bener gak cocok untuk kantong mas *kantong saya maksudnya 😀
Aku cuma pernah ke museum affandi aja hihihi. Museum lain hemm bisa dicoba lah *catet*
Yang lainnya boleh banget dicoba, bagus-baguuus :))
Waduh, aku malu nih. Orang Jogja malah belom pernah promosiin museum-museumnya huhu. Terima kasih sudah bantu promosikan Jogja mbak 😀
Masih banyaak banget Gie museum yang belum didatangi di jogja. Iya yuks dipromosiin sama2 :))
Hayuuukkk.
Jogja emang gak ada habisnya ya kak Mey..
aiih.. saya lama di Jogja tapi gak pernah tau sebanyak ini.. *malu..
Dulu aku kuliah di sana juga gak tahu banyak kok Gung, malah baru eksplor setelah lulus. Iya, banyak banget yang belum dieksplor 🙂
Cakep2 yaaa lukisan affandi ini, pantes di sebut maestro #Halah
Iyes dong 😀
museum ullen sentalu bagi saya sih keren .. tapi aromanya mistis …
sayang ga sempat ke mueseum affandi …
Eh mistis ya, saya malah enggak ngerasain apa-apa. Hehe. Cuma ngerasa adem aja, soalnya banyak pohon hehe
Pingback: Rail Trip (3) : Purwokerto | djangki