Jejak Mahakarya Maestro Batik Indonesia

Batik Go Tik Swan

Pembatik sepuh di kediaman Go Tik Swan

“Djo, kamu kan dari keluarga pengusaha batik. Mbok coba kamu buat untuk bangsa ini ‘Batik Indonesia’. Bukan batik Solo, batik Yogya, batik Pekalongan, batik Cirebon, batik Lasem, dan lain-lainnya. Tetapi batik Indonesia.”

Permintaan tersebut diucapkan Presiden kepada Hardjonagoro alias Go Tik Swan, di ruang makan Istana pada suatu malam di tahun 1955. Sebagai orang yang saat itu merasa statusnya sebagai “abdi” Bung Karno, permintaan tersebut bagaikan sebuah perintah di mata Go Tik Swan. Apa yang dilontarkan Bung Karno juga bukan tanpa alasan. Bung Karno tahu betul siapa Go Tik Swan.

foto go tik swan

Foto Go Tik Swan

Pria keturunan Tionghoa tersebut mengenal batik sejak kecil saat diasuh kakeknya Tjan Khay Sing, yang merupakan salah satu pengusaha batik ternama di Solo pada era 1930-an. Bukan hanya piawai membatik, Go Tik Swan juga mengenal dengan baik Macapat, pertunjukan wayang, dan mendalami seni karawitan. Hampir seluruh hidupnya digunakan untuk “mengabdi” kepada kebudayaan Jawa, termasuk batik. Tak mudah bagi Go Tik Swan menerjermahkan Batik Indonesia seperti yang dimaksud Bung Karno. Beliau harus sabar melakukan survei dan nglakoni ke daerah sentra-sentra batik di Jawa. Hasilnya nihil. Ilham yang dicarinya baru didapat di Ubud, Bali. Go Tik Swan kemudian pulang ke Solo dan mulai mengembangkan Batik Indonesia.

Dalam buku Jawa Sejati: Sebuah Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro karya Prof. Dr. Rustopo S.Kar, dijelaskan batik Indonesia karya Go Tik Swan pada dasarnya adalah hasil perkawinan antara batik karya klasik keraton (terutama gaya Batik Surakarta dan Yogyakarta) dan batik gaya pesisir utara Jawa Tengah (terutama Pekalongan). Gaya batik klasik Keraton Surakarta dan Yogyakarta yang introvert dikawinkan dengan gaya batik pesisir utara Jawa Tengah (Pekalongan, Juwana, Lasem) yang ekstrovert. Teknik sogan pada batik Surakarta dan Yogyakarta dikawinkan dengan teknik pewarnaan multicolor batik pesisir. Pola-pola perubahan bentuk (metamorfosis) pada gaya batik Cirebon dan tenun Bali kadang-kadang juga digunakan untuk menyemarakkan perkawinan kedua gaya tersebut.

Saya kali pertama mengenal Batik Indonesia saat berkunjung ke Museum Batik Danar Hadi Solo. Ada satu ruangan di museum tersebut yang khusus memajang motif-motif Batik Indonesia. Perkenalan itu menerbitkan rasa penasaran. Hingga akhirnya beberapa waktu lalu saya memberanikan diri menyambangi kediaman Go Tik Swan, tepatnya di Jl. Yos Sudarso No. 176, Kratonan, Solo. Tentu saya tidak dapat berjumpa langsung dengan Go Tik Swan karena beliau sudah meninggal pada tahun 2008. Namun setidaknya saya dapat menemukan jejak mahakarya Sang Maestro Batik Indonesia itu di kediamannya yang sangat asri dan bercita rasa seni tinggi.

Kanjeng Raden Arya Hardjosoewarno dan istrinya, Supiyah Anggriani

Kanjeng Raden Arya Hardjosoewarno dan istrinya, Supiyah Anggriani

Sejak Go Tik Swan meninggal, rumah dan usaha batiknya dikelola oleh ahli waris beliau, Kanjeng Raden Arya Hardjosoewarno dan istrinya, Supiyah Anggriani. Keduanya menerima saya dan teman-teman dengan ramah. Keramahan serupa juga tersaji ketika saya berkunjung untuk kali kedua. Pak Soewarno dan istri dengan senang hati berbagi cerita tentang Go Tik Swan, sosok yang sangat mereka kagumi dan hormati.

Rumah peninggalan Go Tik Swan sangat luas dan artistik, udaranya pun sejuk meskipun terletak di tengah-tengah Kota Solo yang panas. Selain bangunan utama, kompleks rumah juga terdiri atas pendapa terbuka dan sejumlah bangunan seperti gazebo di halaman belakang. Ruang tamu di rumah bagian belakang didesain oleh Bung Karno. Hal ini menunjukkan eratnya hubungan Go Tik Swan dengan Bapak Proklamator tersebut.

Ruang tamu rumah Go Tik Swan yang didesain Bung Karno

Ruang tamu rumah Go Tik Swan yang didesain Bung Karno

pendopo kediaman Go Tik Swan

Pendopo kediaman Go Tik Swan

Di halaman belakang kompleks rumah kita bisa menjumpai aktivitas para pembatik, yang mayoritas sudah berusia lanjut. Karya-karya Go Tik Swan masih lestari di tangan terampil para pembatik tersebut. Pak Warno dan istri dengan cekatan mengeluarkan sejumlah koleksi batik dari dalam rumah, ketika kami datang dan bilang ingin melihat karya-karya Go Tik Swan. Saat satu persatu kain batik diperlihatkan, saya merasa jatuh cinta. Tak perlu mata jeli seorang ahli seni untuk menilai kualitas tumpukan kain di hadapan saya. Sebuah karya luar biasa.

Pak Warno menyebut Batik Indonesia karya Go Tik Swan tetap memegang erat pakem. Lebih tepatnya disebut nunggak semi, mempertahankan pakem lama, tapi menggunakan sentuhan baru. Memadukan corak batik keraton dan pesisiran tak lantas menghilangkan filosofi kain batik. Setiap lembaran kain Batik Indonesia mengandung kisah budaya yang tergambar melalui motif-motifnya.

Salah satu motif Batik Indonesia yang paling tersohor adalah Sawung Galing. Motif Sawung Galing hadir dalam wujud dua ayam jantan yang berhadapan tengah mengepakkan sayap. Sawung Galing adalah nama tokoh dalam cerita rakyat Jawa Timur yang berjuang membela rakyat jelata untuk memerangi Belanda. Motif tersebut menunjukkan realitas yang masih bisa ditemui di berbagai pelosok Indonesia. Go Tik Swan juga sempat menciptakan motif batik khusus untuk presiden kelima Megawati Sukarnoputri. Motif batik tersebut diberi nama Parang Megakusumo. Motif lainnya antara lain Kukila Peksa Wani, Kembang Kenikir, Slobok, dan Tumurun Sri Narendra.

Motif Sawung galing

Motif Sawung Galing

Sedangkan motif yang disebut-sebut sebagai favorit Go Tik Swan adalah Kembang Bangah. Motif ini sebagai bentuk protes Go Tik Swan karena para seniman dipinggirkan oleh pemerintah Orde Baru, juga karena kebobrokan yang terjadi di negeri ini. Mengapa simbolnya kembang bangah? Bangah adalah jenis bunga yang tumbuh di comberan dan baunya tidak sedap, sehingga dijauhi manusia. Go Tik Swan sangat kecewa dan tidak puas terhadap pemerintah, namun tak berani menentang arus secara frontal. Protes yang halus dipilih, melalui simbolisasi Kembang Bangah tersebut. Memang akhirnya tak semua orang mampu menangkap apa yang beliau sampaikan. “Motif Batik Indonesia yang sudah beliau hasilkan hampir 300-an. Yang terakhir, beliau mendesain motif Parang Baris Suryoguritno untuk Sinuhun Paku Buwono XII, sekitar tahun 2005. Pada waktu itu Kanjeng Hardjonagoro sudah berusia 70 tahun,” urai Pak Soewarno.

Batik Go Tik Swan tidak kebal dari aksi penjiplakan. Banyak yang meniru motif-motif Batik Indonesia. Namun, kualitas tak pernah berbohong. Pencinta batik pasti sangat mudah membedakan mana masterpiece dan motif tiruan. Tangan-tangan yang terampil dan ahli pasti menghasilkan karya berkualitas.

Pada masa jayanya, Go Tik Swan mempunyai ratusan pembatik dari berbagai daerah, terutama dari seputaran Soloraya. Jumlah pembatik itu sedikit demi sedikit tergerus. Saat ini tinggal 25 pembatik yang masih bekerja di kediaman almarhum Go Tik Swan. Yang paling muda berusia 26 tahun dan yang tertua berusia 86 tahun. Regenerasi lagi-lagi menjadi problem klasik. Apalagi Go Tik Swan maupun kini ahli warisnya hanya memilih pembatik yang benar-benar piawai. Menjaga kualitas dan kemurnian motif selalu jadi prioritas. Tak heran, selembar kain Batik Indonesia dengan motif-motif tertentu harus dikerjakan selama enam bulan. Harganya pun cukup tinggi, bisa mencapai Rp7,5 juta untuk selembar kain batik. “Kalau ingin beli motif-motif seperti Sawung Galing harus pesan dulu. Jadinya sekitar enam bulan. Tidak mungkin dibuat lebih cepat. Tapi untuk yang motif sederhana, sebagian ada stoknya,” urai Pak Warno.

Atas jasa-jasanya, Go Tik Swan dianugerahi Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma oleh presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan tersebut sebagai tanda kehormatan atas jasa-jasanya mengembangkan Batik Indonesia. Apresiasi yang sangat layak atas mahakaryanya yang indah dan adiluhung.

Solo, Oktober 2014

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

40 Responses to Jejak Mahakarya Maestro Batik Indonesia

  1. capung2 says:

    Ada juga ya model batik yg mengungkapkan rasa ketidakpuasannya thd suatu rezim.

    • yusmei says:

      Ternyata ada aja cara untuk mengkritik penguasa, salah satunya lewat batik. Ada fotonya sih motifnya itu, tapi lupa disimpen di mana, kok “ilang”

  2. Dian Rustya says:

    Solo ga pernah kehabisan cerita ya mbak ^_^
    Adaaaa saja hal2 menarik tentang Solo.

    Omong2, aku penasaran dengan motif Batik Indonesia ini.

    • yusmei says:

      Tuban pasti juga banyak cerita mbak, banyak bangett kayaknya 😀
      Kalo penasaran main ke sini dong mbak, jangan lupa bawa rajungan asam manis ya *nyepakke panci*

  3. Gara says:

    Keren, semua aspek kehidupan Kanjeng Hardjo bercerita, menjalin kisah satu sama lain, melegenda tentang bagaimana perjuangan Batik Indonesia dari awal ditelurkan sampai ada saat ini. Rasanya pantas kalau kita menjuluki beliau Pahlawan Batik Indonesia :)).
    Sawunggaling… saya jadi ingat tokoh di cerita Jayaprana dan Layonsari. Tokoh pemberani yang psikologisnya rumit :hehe. Serumit perkelahian dua ayam jago :)).

    • yusmei says:

      Hebatnya beliau tidak hanya peduli dengan batik, tapi budaya jawa secara keseluruhan. Sumbangsihnya untuk budaya Jawa sangat luar biasa Gara.
      Perkelahian dua ayam jago rumit ya, apalagi kalau dipakai buat taruhan *eh* :)))

  4. Wuaaa akhirnya tulisan ttg Go Tik Swan rilis di sini. 🙂
    Ngiler pas lihat motif sawung galingnya, plus batu bata di sebuah rumah yang dulu merupakan peninggalan Keraton Kartasuro. Kagum lagi pas lihat proses nglorot nya mbak.

    • yusmei says:

      Ini tulisan versi lengkap yang gak dipotong lim haha.
      Aku malah nggak ngelihat proses nglorotnya lim, ke sana dua kali pas gak ada yang nglorot, brarti kudu ke sana lagi 🙂

  5. Wah keren tulisannya masuk di majalah Jawa Tengah

  6. winnymarch says:

    jd pengen balik ke solo lagi kak klo lihat yg berbau batik

  7. banyak arti ya ternyata yang terkandung dari motif batik mbak ._.

    • yusmei says:

      Padahal banyak banget motif-motif dan semuanya punya pesan masing-masing. Gak habis-habis kalau dipelajari ya 😀

      • Hahaha iya mbak sebenernya banyak banget motifnya, kalau kita mau mempelajari 😀 dulu aku ngiranya sih, batik ya corak-corak gitu doang wkwkw pemikiranku dulu pendek sekali ternyata 😀 wkwk

      • yusmei says:

        Haha banyak pake bangeeet. Perlu waktu dan harus tekun belajar biar tahu banyk soal motif2 batik. Plg hambatannya males hihi

      • Nah itu dia mbak mei, hambatan yang paling utama itu ya kemalasan diri sendiri -_-

  8. Beby says:

    Batiknya cantik-cantik banget 😀

  9. mysukmana says:

    hihihi templatenya mbak yus kok sama sekarang sama punyaku :p

  10. Yang menekuni batik malah keturunan tionghoa yaaa tapi knp akhirnya menemukan nya di ubud yaaa ???

    • yusmei says:

      beliau memang Tionghoa istimewa Om. Tapi kalau di Lasem banyak kok pengusaha batik yang Tionghoa. Jadi di Sanur itu semacam dapat “ilham”-nya aja Oom 😀

  11. Gocioo says:

    batik nya bagus”, jgn sampe dicolong nih budaya yang satu ini 😀

  12. waa saya baru tahu tentang batik indonesia :), terima kasih infonya. Salam kenal ya..

  13. Rifqy Faiza Rahman says:

    Benar-benar mahakarya yo mbak, dengan filosofi yang demikian dalam. Btw, jadi pengen punya rumah model desain Pak Karno kuwi 🙂

  14. xaveria says:

    Asli putri Solo ya mbak? Ceritanya soal Solo asik-asik. Pengen bertandang ke sana.

  15. Dee Rahma says:

    menarik nih ceritanya soal Solo. sayang, pas kemarin sempet kesana, belum nemu blog ini hehehe.

Leave a reply to yusmei Cancel reply