Jejak Mahakarya Maestro Batik Indonesia

Batik Go Tik Swan

Pembatik sepuh di kediaman Go Tik Swan

“Djo, kamu kan dari keluarga pengusaha batik. Mbok coba kamu buat untuk bangsa ini ‘Batik Indonesia’. Bukan batik Solo, batik Yogya, batik Pekalongan, batik Cirebon, batik Lasem, dan lain-lainnya. Tetapi batik Indonesia.”

Permintaan tersebut diucapkan Presiden kepada Hardjonagoro alias Go Tik Swan, di ruang makan Istana pada suatu malam di tahun 1955. Sebagai orang yang saat itu merasa statusnya sebagai “abdi” Bung Karno, permintaan tersebut bagaikan sebuah perintah di mata Go Tik Swan. Apa yang dilontarkan Bung Karno juga bukan tanpa alasan. Bung Karno tahu betul siapa Go Tik Swan. Read more of this post

Kena Scam

Sebenarnya saya jarang kena aksi tipu-tipu alias scam saat traveling. Seringkali nasib apes yang menimpa justru karena keteledoran saya sendiri. Para penipu itu mungkin enggak tega melihat tubuh kurus dan wajah memelas saya. Mungkin lho ini.

Saat traveling ke Ho Chi Minh City lima tahun lalu, saya banyak membaca peringatan dari berbagai blog supaya berhati-hati dengan sopir taksi. Apalagi itu pengalaman pertama saya melakukan perjalanan ke luar negeri. Sempat deg-degan juga. Katanya banyak sopir yang suka menipu. Tapi Alhamdulillah tak ada masalah besar dengan sopir taksi selama di sana. Paling cuma bertengkar kecil-kecilan dengan sopir yang ogah menggunakan argo. Solusinya pun gampang, tinggal melipir cari taksi yang lain. Case closed.

scam burung merpati Kiev

Mas-mas yang membawa burung merpati seperti ini banyak dijumpai di Kiev (dulu sebelum perang, entah sekarang)

Dua tahun berselang, saya juga terhindar dari aksi scam di jantung kota Kiev, Ukraina. Saya selamat gara-gara sehari sebelumnya sudah ada teman dari Indonesia yang lebih dulu kena tipu. Ribet kan? Jadi di beberapa pusat keramaian Kiev, biasanya ada serombongan cowok-cowok yang memegang tiga atau empat merpati sekaligus. Mereka ini sangat ramah, malah cenderung sok kenal sok dekat. Tanpa diminta tiba-tiba mendekati orang yang sedang berfoto-foto. Yang didekati pun biasanya turis-turis mancanegara. Ternyata itu semua hanyalah modus mereka untuk menipu para turis. Read more of this post

Ngubek-Ubek Museum di Jogja

Banyak hal bisa dilakukan di Jogja. Mengunjungi keraton, belanja di Beringharjo, jalan-jalan di Tamansari atau Jalan Malioboro, ngemall, ngubek-ngubek pusat Shoping, atau ngadem di Kaliurang. Semuanya menyenangkan. Tapi, tak ada salahnya kan mencoba pengalaman yang berbeda? Jelajah museum misalnya. Jogja punya puluhan museum. Jika hanya punya waktu sehari di Jogja, tak mungkin bisa mengunjungi semuanya. Empat mungkin sudah cukup. Tapi kalau waktunya longgar, banyak pilihan museum yang bisa disambangi. Read more of this post

Postcard From Wat Doi Suthep

Wat Phra That Doi Suthep

Peranti ibadah di Wat Phra That Doi Suthep

Gara-gara blog walking ke postingan Thedustysneakers beberapa hari lalu, saya jadi terpancing ngubek-ngubek folder foto-foto Chiangmai. Semuanya berawal saat komen saya di artikel Perempuan Tua yang Menanyakan Keadaan Hati Pemuda Peminum  dibalas dengan sebuah pertanyaan dari si empunya blog. “Apakah sempat menulis catatan perjalananmu saat di Chiang Mai juga?”

Duh, langsung merasa ditinju di perut. Seingat saya, cuma ada Satu postingan tentang Chiangmai di blog saya. Sebenarnya ini penyakit lama. Semangat traveling jarang berbanding lurus dengan semangat menuangkan ceritanya lewat tulisan. Bukan hal aneh jika cerita sebuah perjalanan baru diposting dua tahun atau tiga tahun kemudian. Jelas hasilnya kurang maksimal. Banyak kepingan cerita yang tenggelam di antara bertumpuk kisah-kisah baru. Biasanya kalau sudah begini menyesal juga. Tapi kata orang Jawa ”kapok lombok”. Kapok tapi diulang-ulang terus. Read more of this post

Di Balik Tembok Dalem Kalitan

Ratusan bangunan hancur saat Kota Solo tercabik kerusuhan pada 14-15 Mei 1998. Sebagian hangus terbakar, sedangkan yang lainnya rusak karena dilempari batu oleh massa. Korban jiwa juga berjatuhan. Namun sulit menemukan berapa angka pastinya. Infonya simpang siur.

Salah satu bangunan populer yang selamat dari amuk massa itu adalah Dalem (baca: nDalem) Kalitan. Bangunan anggun yang terletak di Kampung Kalitan, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan Solo, ini adalah rumah keluarga Presiden Soeharto dan istrinya, Bu Tien. Setiap pulang ke Solo, mereka selalu menginap di Dalem Kalitan, bukan di hotel mewah dan sejenisnya. Setelah Pak Harto dan Bu Tien meninggal, putra-putrinya pun masih sering mampir, walaupun kadang tak menginap. Read more of this post

Biduk Pengangkut Air

Mengangkut Air di Gili Trawangan

Pengangkut Air di Gili Trawangan Lombok

Gili Trawangan Lombok tersohor berkat keindahan pantai-pantainya yang digilai pejalan dari berbagai  belahan dunia. Sebagian orang bahkan menyebut pulau kecil ini sebagai potongan surga. Namun, di balik kemolekan Gili Trawangan, terserak berbagai kisah kerja keras dan perjuangan. Salah satunya tentang para pengangkut air. Pulau ini memang mengandalkan pasokan air segar dari luar pulau. Para pengangkut air itu bertugas mengangkat galon-galon kosong ke biduk yang bersandar di tepi pantai. Nantinya, kapal tersebut akan kembali ke Gili Trawangan mengangkut galon-galon yang sudah berisi air. Saat itulah para pekerja itu akan kembali bertugas, menurunkan galon-galon tersebut dan membawanya ke daratan.

Foto ini diunggah untuk meramaikan event Turnamen Foto Perjalanan Ronde 59 : Biduk, dengan Danan Wahyu sebagai tuan rumahnya.

Jelajah Pecinan: Tiongkok Rasa Semarang

Suasana di Pecinan  Semarang

Suasana di Pecinan Semarang

Suasana jalanan ini seperti tak asing. Mirip keriuhan di salah satu distrik di Ho Chi Minh City, Vietnam beberapa tahun silam. Tidak identik, minus hilir mudik turis-turis asing dan keruwetan kabel listrik yang jauh dari konsep keindahan. Mungkin bisa dibilang lebih mirip suasana sore di Tiongkok. Eh, tapi kan saya belum pernah ke Negeri Tirai Bambu itu.

Sore bernuansa deja vu tersebut berlokasi di kawasan Pecinan Semarang, pada pertengahan Ramadan tahun lalu. Rasa penasaraan membawa saya dan Azizah kembali ke sana, tepat dua hari seusai perayaan Tahun Baru Imlek, Februari 2015 lalu. Kami mengabaikan teriknya paparan sinar matahari Semarang yang menyengat. Worth it lah jika alasannya untuk menjelajahi salah satu kantong komunitas Tionghoa terbesar di Tanah Air tersebut Read more of this post

Bumi Bung Karno

Relief di Kompleks Museum Bung Karno Blitar

Relief di Kompleks Museum Bung Karno Blitar

Udara segar menerobos pori-pori kulit ketika saya dan Krisna melangkah keluar dari Stasiun Blitar. Subuh baru saja berlalu. Suasana di depan stasiun cukup lengang. Kami memutuskan mengayun langkah menuju alun-alun. Hanya dalam tempo 15 menit Alun-alun Blitar sudah tertangkap jangkauan mata. Sebenarnya ingin menghangatkan tubuh dengan segelas minuman hangat. Tapi kami akhirnya hanya berjalan mengitari alun-alun yang diapit Balai Kota Blitar dan Kantor Pemkab Blitar itu. Read more of this post

Kenangan Klewer

Pasar Klewer

Langit Kota Solo

Pada suatu siang yang terik di pertengahan tahun 2013, saya iseng-iseng naik ke menara Masjid Agung Solo. Langit sangat cerah, biru jernih diselingi awan-awan yang berarak. Saya kemudian memandang ke arah selatan dan mengambil foto ini. Sebenarnya gambar yang tak terlalu istimewa, komposisinya juga biasa saja. Namun, kini saya menganggap foto ini menjadi sangat berharga, penuh kenangan. Bangunan yang terpampang di gambar itu adalah Pasar Klewer, pusat tekstil, terutama batik, yang sangat legendaris dan menjadi jantung perekonomian Kota Bengawan. Pasar kebanggaan Solo itu kini tinggal puing-puing setelah dilalap habis jago merah pada 27 Desember 2014 lalu. Ratusan kios ludes dan banyak pedagang yang berduka. Tiga bulan telah berlalu. Pedagang Klewer mulai bangkit lagi. Pemerintah juga berjanji akan membangun Pasar Klewer secepatnya. Saya hanya bisa berdoa semoga Pasar Klewer kembali berdetak. Kota Solo tanpa Pasar Klewer bagaikan langit malam tanpa bintang. Hampa.

Foto ini diunggah untuk meramaikan Turnamen Foto Perjalanan Ronde 57 : Langit Biru dengan Lina W Sasmita sebagai tuan rumahnya.

Pariwisata (Idealnya) Ramah Difabel

difabel

Candi Plaosan belum dilengkapi dengan sarana aksesibilitas, sehingga menyulitkan untuk para difabel

Candi Plaosan memesona seperti biasanya. Perpaduan candi-candi kukuh dan hamparan langit biru cerah bagai duet maut, menggoda para pemburu keindahan. Saya pun takluk. Namun, siang itu perhatian saya terbelah. Saat mengamati relief candi, pandangan mata saya berulang kali teralihkan kepada sesosok gadis kecil berambut pirang dan berbaju pink. Dia sendirian di pelataran candi, dekat pintu gerbang. Duduk di kursi roda. Pandangan matanya fokus ke komputer tablet yang dipegangnya. Entah dengan siapa dia datang.

Saat kami hendak meninggalkan kompleks candi, teka-teki itu terjawab. Seorang wanita cantik berkaus biru muda menghampirinya. Mungkin ibunya atau saudaranya. Wanita itu tadinya terlihat serius mengamati bagian-bagian candi. Mungkin peneliti karena gayanya bukan seperti turis kebanyakan. Bisa juga dia seseorang yang sangat menyukai candi. Entahlah. Read more of this post