Asrama Inggrisan dan Kisah Kabel Telegraf

IMG_3868

Ketika memilih Banyuwangi sebagai destinasi perjalanan akhir Mei lalu, harapan yang mengapung sejatinya tak terlalu muluk. Ekspektasi saya terhadap kabupaten paling timur Pulau Jawa ini semula sebatas keeksotisan Taman Nasional Baluran dan deretan pantai elok. Siapa sangka Banyuwangi tak bosan menyuguhkan kejutan.

Salah satu kejutan menyenangkan dari Banyuwangi adalah Asrama Inggrisan. Saya dan empat teman seperjalanan (Femi, Pesta, Ririn dan Shava), diajak mampir ke asrama tersebut pada hari ketiga kunjungan di Banyuwangi. Sehari sebelumnya Mas Donna, pemandu kami, sebenarnya sudah membawa kami ke sana. Tapi baru masuk ke halaman sebentar, kami diminta berkunjung lain waktu karena kebetulan sedang ada hajatan di sana.

Asrama Inggrisan terletak tepat di tengah Kota Blambangan, julukan Banyuwangi, di sisi alun-alun. Tepatnya di Jalan Diponegoro No 05, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi. Tempat tersebut kini digunakan sebagai asrama para prajurit TNI AD dari Kodim 0825 Banyuwangi. Sebuah pintu masuk sederhana menyambut kedatangan kami ke Asrama Inggrisan. Tak ada gerbang kokoh atau pagar kuat. Yang ada hanya sebuah gerbang tembok yang warnanya sudah kusam, dengan tulisan “Asrama Inggrisan” di bagian atasnya. Selanjutnya kami disambut halaman luas yang ditumbuhi beberapa pohon beringin. Pagi itu halaman tampak sepi, tak banyak penghuni asrama yang beraktivitas di luar.

Akses ke Asrama Inggrisan ini tak berbelit-belit. Kami cukup minta izin secara lisan kepada salah satu penghuni. Selanjutnya bebas melihat-lihat hingga ke dalam bangunan. Penghuni asrama sepertinya sudah terbiasa dengan kedatangan wisatawan yang sekadar ingin melihat-lihat.

Kumuh

Kumuh

Jemuran tak beraturan

Jemuran tak beraturan

Pilar kusam

Pilar kusam

Kondisi Asrama Inggrisan benar-benar memprihatinkan. Praktis hanya bagian depan yang tampak rapi, selebihnya tak terawat. Bangunan sudah rusak di sana-sini, semrawut, kusam dan agak kumuh. Bangunan utamanya berlantai dua, kemudian di bagian belakang juga ada bangunan satu lantai. Di samping bangunan utama berdiri gedung terpisah. Hampir semua bagian gedung difungsikan sebagai semacam kamar alias tempat tinggal para anggota Kodim.

Berbagai perabotan rumah tangga seperti panci, ember, kompor, sapu, dan botol air teronggok tak beraturan di lorong dan depan kamar-kamar. Baju berwarna-warni berkibar di jemuran yang digantungkan di depan kamar. Di bagian lain, kayu tampak menumpuk tak karuan. Sebuah mobil rongsokan juga tampak teronggok begitu saja. Konsep ideal tentang keindahan tata ruang benar-benar sudah dilupakan di asrama ini.

Pak Yunan, salah seorang penghuni asrama yang kami jumpai mengatakan ada sekitar 25 kamar di asrama itu. Total penghuni sekitar 70 orang. Pak Yunan juga memilih tinggal di situ karena rumahnya jauh, sekitar 40 km dari pusat kota Banyuwangi. “Ini semacam rumah dinas bagi kami. Dulu katanya tempat ini sempat akan direhab, tapi katanya tidak boleh. Padahal bangunannya memang sudah rusak,” ujar Pak Yunan.

Tampak depan bangunan

Tampak depan bangunan

bangunan samping

bangunan samping

Tutup gorong-gorong

Tutup gorong-gorong

Kondisi Asrama Inggrisan yang tak terawat itu sungguh disayangkan. Apalagi setelah saya mendapat informasi berharga tentang sejarah tempat tersebut. Menurut Pak Taufik Ridlwan Bachamis, salah seorang pengggiat Komunitas Sejarah Banyuwangi, Asrama Inggrisan pernah menjadi stasiun kabel telegraf bawah laut yang menjadi titik penghubung komunikasi antara pihak Inggris dengan Australia. Namun jejak kabel telegraf sudah dihancurkan oleh Jepang saat perang dunia kedua.

Saya kemudian penasaran menelusuri lebih jauh tentang kisah kabel telegraf bawah laut itu. Dari situs historia.co.id, saya menemukan sebuah informasi penting. Pada 1870, seperti ditulis Bill Glover dalam “Dutch East Indies Government” yang dimuat di http://www.atlantic-cable.com, British-Australian Telegraph Company memasang kabel dengan rute dari Banyuwangi ke Darwin. Rute ini merupakan salah satu bagian dari proyek menghubungkan dunia melalui kabel. Penemuan telegraf membuat pengiriman pesan bisa dilakukan dengan lebih cepat. Penemuan telegraf merupakan buah ide cemerlang William Fothergill Cooke dan Charles Wheatstone, yang mengajukan paten sistem telegraf listrik di Inggris pada 1837.

Cara kerja telegraf adalah mengirimkan pesan dengan menggunakan denyut elektronik yang diteruskan oleh kawat tembaga. Kode yang diterima disebut morse seperti nama penciptanya dari Amerika, Samuel Finley Breese Morse. Jalur telegraf pertama dipasang antara Washongton dan Baltimore. Samuel Morse mengirimkan pesan pertama pada Mei 1844. Bunyinya singkat : “Apa yang diciptakan Tuhan?” Sedangkan kabel telegraf bawah laut pertama diletakkan oleh Jacob dan John Watkins Brett bersaudara melintasi Selat Inggris, pada Agustus 1850.

Kembali ke Asrama Inggrisan, rasanya eman-eman jika bangunan yang menyimpan kisah penting tentang stasiun kabel telegraf dibiarkan merana seperti itu. Jika dirunut lagi ke belakang, sejarah bangunan itu ada jauh sebelum difungsikan sebagai stasiun kabel telegraf. Pada periode 1766-1981 tempat tersebut digunakan sebagai Lodge (penginapan) untuk saudagar Inggris yang datang ke Bumi Blambangan. Di sekitar bangunan tersebut dibangun gorong-gorong yang terhubung dengan Kali Lo dan Boom. Mas Donna kebetulan juga menunjukkan jejak dari gorong-gorong tersebut.

Pada 1811, tempat tersebut dikuasai oleh Belanda dan digunakan sebagai asrama perwira. Seiring kedatangan Jepang ke Tanah Air, bangunan juga berpindah tangan dan dipakai sebagai markas Kanpetai. Pasca kemerdekaan Indonesia sampai 1949, bangunan kembali berubah fungsi sebagai  asrama Batalion Macan Putih. Akhirnya kini Asrama Inggrisan berfungsi sebagai rumah dinas para anggota Kodim 0825 Banyuwangi.

Sesi Narsis

Sesi Narsis

IMG_3867

Menengok sejarah panjangnya, Asrama Inggrisan jelas sudah sangat layak berstatus Benda Cagar Budaya (BCB). Saya mendapat informasi pemerintah memang sudah berencana menjadikan Asrama Inggrisan sebagai BCB (atau malah sudah?). Langkah tersebut bisa dibilang agak terlambat, tapi patut diapresiasi daripada tidak sama sekali. Saya cuma tak ingin melihat Asrama Inggrisan semakin merana, terpinggirkan dan terlupakan.

Banyuwangi, 28 Mei 2013

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

40 Responses to Asrama Inggrisan dan Kisah Kabel Telegraf

  1. DianRuzz says:

    Yang menghuni asrama inggrisan sekarang siapa saja mbak? Dan ijin tinggalnya bagaimana? maksudnya apakah mereka menyewa atau sudah turun temurun ada disana?

  2. Avant Garde says:

    “manhole” nya aja langsung dr london, inggris ck ck ck 😀
    bukan gak boleh direhab sih, boleh2 aja kok.. tp agak ribet soale harus kerjasama sama balai cagar budaya

  3. chris13jkt says:

    Wah bener-bener eman-eman kalau terus dibiarkan gak terawat 😦

  4. yudik says:

    Saya tinggal Di Inggrisan sudah 20 tahun ……. sekitar agustus 1999 saya pindah. Penghuni disana masih aktif dinas di Kodim. Kalau sudah pensiun wajib meninggalkan Inggrisan.Saya setuju bila di Jadikan Cagar Budaya ……………

    • yusmei says:

      Wah terima kasih sudah mampir ke sini pak yudik. Sebenarnya saya masih penasaran apakah di sana masih ada sedikit jejak sejarah soal stasiun kabel telegraf itu, atau memang sudah hilang sama sekali. Saya juga setuju pak kalau jadi cagar budaya, biar lebih terawat dan terjaga kelestariannya 🙂

  5. omnduut says:

    Sekilas mirip rumah panggung yang (dulu) banyak terdapat di pinggiran sungai musi mbak 🙂 eh udah pernah ke Palembang belom? Kalo belum ditunggu ya kunjungannya di Palembang ^^

  6. Indradya SP says:

    Nggak ada sentuhan wanita sih, jadi kumuh deh 😛

  7. dee nicole says:

    ky aspol panularan atau korem di pgs

  8. kur says:

    kondisi kumuh dan tak terawatnya persis Pondok Boro Mojosongo, Solo.

  9. buzzerbeezz says:

    Btw, mbak, kok durung masang banner B3S? :p

  10. nyonyasepatu says:

    sayang ya kalo disia2kan 🙂 kayaknya banyuwangi ini punya banyak sekali potensi wisata

  11. nopan says:

    saya yg dari banyuwangi malah gak tahu yg ginian. thanks atas infonya

  12. Erit07 says:

    Sayang rusak ya..

  13. rusydi hikmawan says:

    kasian kalo sampe gak terawat gitu. ya, ini mestinya jadi bangunan cagar budaya. banyak bangunan sejarah peninggalan penjajahan di sini juga terbengkalai, karena gak ikhlas dulu dijajah kali makanya gak mau dirawat

    • yusmei says:

      Mungkin ini masalahnya tentang kepedulian dan niat ya…kadang kita memang tidak menyadari suatu “benda berharga” sampai kita kehilangannya. Smoga segera jadi cagar budaya dan mendapat perhatian selayaknya 🙂

  14. padahal nilai sejarah tempat ini tinggi banget yah kak 😦 sayang kalo sampe ga keurus kayak gitu, mirip juga dengernya “dulu mau di renovasi, tapi ga boleh katanya” kenapa yah? kasian juga penghuninya kan 😦

    • yusmei says:

      Mungkin karena itu bangunan yang mau dijadikan cagar budaya, jadi gak boleh direnovasi mei…tapi setidaknya dipercantik dan dibersihkan berkala, gak awut-awutan kayak gitu…aku juga heran kok penghuninya bisa nyaman2 saja ya 🙂

  15. “Saya mendapat informasi pemerintah memang sudah berencana menjadikan Asrama Inggrisan sebagai BCB (atau malah sudah?)”

    Semoga sudah.Kalau belum, mudah-mudahan segera. 🙂

  16. aning says:

    maaf mbak,
    saya mengambil skripsi tentang asrama Inggrisan ini
    tapi ada kesulitan cari data-datanya
    apa mungkin ada usul dimana bisa mencari data validnya??
    kalau masalah kabel telegraf, kemarin saya tanya di dinas kebudayaan dan pariwisata katanya akan ada penelitian arkeolog dari jogja tahun ini.
    tapi waktunya masih belum pasti.
    makasih sebelumnya…

    • yusmei says:

      Halo aning. kalau untuk data validnya mungkin bisa mencari tahu ke komunitas sejarah Banyuwangi, base-nya di Museum sukowidi. Mungkin pengurusnya bisa kasih referensi siapa yang bisa memberi data-data sejarahnya. Soalnya link-nya mereka cukup bagus, ada dosen2 dan tokoh2 sejarah banyuwangi…:)

Leave a comment