Jejak Mahakarya Maestro Batik Indonesia

Batik Go Tik Swan

Pembatik sepuh di kediaman Go Tik Swan

“Djo, kamu kan dari keluarga pengusaha batik. Mbok coba kamu buat untuk bangsa ini ‘Batik Indonesia’. Bukan batik Solo, batik Yogya, batik Pekalongan, batik Cirebon, batik Lasem, dan lain-lainnya. Tetapi batik Indonesia.”

Permintaan tersebut diucapkan Presiden kepada Hardjonagoro alias Go Tik Swan, di ruang makan Istana pada suatu malam di tahun 1955. Sebagai orang yang saat itu merasa statusnya sebagai “abdi” Bung Karno, permintaan tersebut bagaikan sebuah perintah di mata Go Tik Swan. Apa yang dilontarkan Bung Karno juga bukan tanpa alasan. Bung Karno tahu betul siapa Go Tik Swan. Read more of this post

Di Balik Tembok Dalem Kalitan

Ratusan bangunan hancur saat Kota Solo tercabik kerusuhan pada 14-15 Mei 1998. Sebagian hangus terbakar, sedangkan yang lainnya rusak karena dilempari batu oleh massa. Korban jiwa juga berjatuhan. Namun sulit menemukan berapa angka pastinya. Infonya simpang siur.

Salah satu bangunan populer yang selamat dari amuk massa itu adalah Dalem (baca: nDalem) Kalitan. Bangunan anggun yang terletak di Kampung Kalitan, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan Solo, ini adalah rumah keluarga Presiden Soeharto dan istrinya, Bu Tien. Setiap pulang ke Solo, mereka selalu menginap di Dalem Kalitan, bukan di hotel mewah dan sejenisnya. Setelah Pak Harto dan Bu Tien meninggal, putra-putrinya pun masih sering mampir, walaupun kadang tak menginap. Read more of this post

Kenangan Klewer

Pasar Klewer

Langit Kota Solo

Pada suatu siang yang terik di pertengahan tahun 2013, saya iseng-iseng naik ke menara Masjid Agung Solo. Langit sangat cerah, biru jernih diselingi awan-awan yang berarak. Saya kemudian memandang ke arah selatan dan mengambil foto ini. Sebenarnya gambar yang tak terlalu istimewa, komposisinya juga biasa saja. Namun, kini saya menganggap foto ini menjadi sangat berharga, penuh kenangan. Bangunan yang terpampang di gambar itu adalah Pasar Klewer, pusat tekstil, terutama batik, yang sangat legendaris dan menjadi jantung perekonomian Kota Bengawan. Pasar kebanggaan Solo itu kini tinggal puing-puing setelah dilalap habis jago merah pada 27 Desember 2014 lalu. Ratusan kios ludes dan banyak pedagang yang berduka. Tiga bulan telah berlalu. Pedagang Klewer mulai bangkit lagi. Pemerintah juga berjanji akan membangun Pasar Klewer secepatnya. Saya hanya bisa berdoa semoga Pasar Klewer kembali berdetak. Kota Solo tanpa Pasar Klewer bagaikan langit malam tanpa bintang. Hampa.

Foto ini diunggah untuk meramaikan Turnamen Foto Perjalanan Ronde 57 : Langit Biru dengan Lina W Sasmita sebagai tuan rumahnya.

Cikal Bakal Perahu Wisata Solo

Lihat perahunya dan latar cahaya lampion di belakangnya. Keren kan?

Lihat perahunya dan latar cahaya lampion di belakangnya. Keren kan?

Pada suatu malam cerah bertabur bintang sekitar 2,5 tahun lalu, saya menikmati momen susur Sungai Thu Bon, di Hoi An Vietnam, dengan menaiki sebuah sampan sederhana. Ada tradisi unik yang lekat dengan atraksi itu. Melepaskan lilin ke aliran sungai, sebuah perlambang harapan. Malam itu saya merapal sepenggal harapan. Semoga suatu saat nanti bisa bersampan di tengah kepungan pendar cahaya lampion di salah satu sungai di Indonesia. Ternyata, keinginan itu terwujud pada 14 Februari lalu. Eh, di Kota Solo pula.

Jadi begini ceritanya. Dalam rangkaian peringatan Tahun Baru Imlek, Pemkot Solo meluncurkan atraksi perahu hias di Kali Pepe, tepatnya di sekitaran Kampung Sudiroprajan, dekat Pasar Gede. Memang baru sebatas uji coba karena hanya berlangsung selama 10 hari, 6-15 Februari 2015. Jika sukses, kemungkinan atraksi ini bakal dipermanenkan. Ah, ide yang menarik. Read more of this post

Nampu, Pantai Cantik di Pesisir Wonogiri.

Pantai Nampu Wonogiri

Pantai Nampu Wonogiri yang berpasir putih

Dulu saat demen-demennya nonton serial Korea Full House, saya suka iri sama Han Ji-Eun. Tapi, bukan karena di akhir cerita dia jadian sama Lee Young-Jae yang diperankan Rain. Rumahnya itu lho yang bikin mupeng. Desainnya indah dengan pintu dan jendela kaca super besar yang membuat penghuninya dimanjakan pemandangan indah di luar rumah. Yang membuat rumah itu tambah spesial adalah lokasinya yang terletak di pinggir pantai. Jadi, si Ji-Eun tak perlu jauh-jauh jika ingin berjalan-jalan atau sekadar bengong di pinggir pantai. Bikin iri!
Read more of this post

Warna-Warni Kampung Batik Kauman

Kampung Batik Kauman menyediakan berbagai pilihan tempat untuk disambangi

Kampung Batik Kauman menyediakan berbagai pilihan tempat untuk disambangi

Kota tanpa bangunan bersejarah, ibarat manusia tanpa ingatan (Prof. Eko Budiharjo)

Di tengah kepungan simbol-simbol modernitas seperti pusat perbelanjaan, hotel, dan kantor bank yang ada di sekitarnya, Kampung Batik Kauman Solo mencoba bertahan dengan kekhasannya. Nama Kauman diambil dari kata kaum, yang diartikan sebagai kampung pejabat. Kampung yang dulu dihuni juragan-juragan batik dan abdi dalem keraton itu masih mempertahankan banyak bangunan lawas sarat sejarah.

Rumah berarsitektur Jawa berpadu dengan arsitektur Belanda membuat lorong-lorong kampung di jantung Kota Solo tersebut terasa tak membosankan untuk ditelusuri. Menyambangi Kampung Batik Kauman memang tak harus terpaku untuk memburu batik-batik indah. Warna-warni di tiap sudut kampung tersebut juga sangat menarik untuk dinikmati. Monggo mampir ke Kampung Batik Kauman. Read more of this post

Wajah Baru Museum Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka

Museum Radya Pustaka Solo

Status Radya Pustaka sebagai museum tertua di Indonesia tak banyak diketahui orang. Nama museum ini justru moncer dengan cara kontroversial. Kasus pencurian dan pemalsuan arca milik Radya Pustaka pada tahun 2007 membuat masyarakat terhenyak. Kini, Museum Radya Pustaka mulai berbenah dan mengisyaratkan ingin mengikis ingatan suram yang mengiringi sejarah mereka.

Suasana museum Radya Pustaka siang itu lumayan lengang. Museum mungkin bukan tempat favorit di masa-masa libur Lebaran. Tak apalah, saya malah jadi lebih leluasa mengeksplor koleksi-koleksi museum tanpa harus berebut ruang dengan pengunjung lainnya. Ini adalah kunjungan pertama saya setelah Radya Pustaka rampung direnovasi pada pertengahan April lalu. Read more of this post

Dawet Telasih Pasar Gede…Maknyus

Suasana di warung dawet telasih Bu Dermi

Suasana di warung dawet telasih Bu Dermi

Kuliner Kota Solo sangat khas. Amati saja sejumlah tempat kuliner yang jadi ikon Kota Bengawan. Sebagian penjualnya tak menempatkan kenyaman pengunjung sebagai prioritas. Pembeli kadang harus makan sambil berdiri atau antre berdesak-desakan untuk menikmati kuliner incaran mereka. Yang menarik, kuliner-kuliner tersebut nyaris tak pernah sepi dari pengunjung. Mungkin antre dan desak-desakan itu sensasinya.

Salah satu contohnya adalah penjual dawet telasih di Pasar Gede, Solo. Minuman ini jadi favorit saya jika cuaca Solo sedang panas menyengat. Apalagi di sekitar penjual dawet itu juga bertebaran jajanan pasar yang menggugah selera. Siapa yang tak tergoda coba? Penjual dawet telasih di pasar berarsitektur indah yang dibangun pada 1930 itu ada beberapa orang. Tapi yang paling legendaris adalah warung milik Bu Dermi. Dawet selasih Bu Dermi sudah berumur tiga generasi. Tak heran, dawetnya yang paling diincar, terutama oleh wisatawan dari luar Solo. Read more of this post

Festival Durian Ngargoyoso

Membeli durian

Membeli durian

Banyak orang menyambut musim durian dengan suka cita. Buah berduri tajam tersebut mudah dijumpai dimana-mana dengan aromanya yang khas. Tapi, saya bukan salah satu yang bersuka cita. Boro-boro mencicipinya, mencium bau durian saja sudah membuat kepala diserang pusing mendadak.

Tapi entah khilaf atau kurang kerjaan, tiba-tiba saya tertarik menyambangi Festival Durian Ngargoyoso 2014, 14 Maret lalu. Apalagi empat teman sekantor juga merencanakan hal yang sama. Akhirnya disepakati kami berlima pergi bersama-sama. Dari lima anggota rombongan, saya lah satu-satunya yang tak doyan durian. Teman-teman lain malah berencana memborong buah beraroma tajam itu.

Poin penting pertama, di manakah Ngargoyoso? Itu adalah nama salah satu kecamatan di Kabupaten Karanganyar. Beberapa objek wisata bisa kita temukan di tempat ini. Sebut saja kebun teh Kemuning, Candi Sukuh maupun Candi Cetho. Yang tak banyak diketahui orang, Ngargoyoso ternyata juga merupakan salah satu sentra penghasil durian di Karanganyar. Selama ini pamor durian Ngargoyoso memang tenggelam  di bawah bayang-bayang durian Matesih yang lebih tersohor. Justru karena  fakta itulah saya tambah tertarik menengok Festival Durian Ngargoyoso yang baru kali pertama ini digelar.
Read more of this post

Kain Lurik: Tentang Menghargai Proses

Menenun lurik

Menenun lurik

“Belajarlah dari pohon, menghargai proses, tidak tumbuh tergesa-gesa.”

(Yus R. Ismail)

Kalimat bijak tersebut saya temukan saat membaca postingan di sebuah blog. Akhirnya saya penasaran mencari tahu sosok Yus R. Ismail. Namanya terasa kurang familier. Ternyata  dia seorang cerpenis dan penulis buku. Kalimat di atas bisa ditemukan dari buku karangannya berjudul Pohon Tidak Tumbuh Tergesa-Gesa. Saya belum pernah melihat secara langsung buku tersebut, apalagi membacanya. Tapi penggalan kalimat itu sangat membekas dalam ingatan.

Poin terpenting dalam kalimat itu adalah tentang menghargai proses. Dengan menghargai proses, kita jadi tahu butuh perjuangan dan kadang pengorbanan untuk menggapai sesuatu. Yang menyenangkan dari suatu keberhasilan kadang bukan pada hasilnya, tapi saat kita menikmati tahapan proses yang harus dilalui. Read more of this post