Sepenggal Siang di Museum Katedral

Gereja Katedral

Gereja Katedral

Jarum jam menunjukkan pukul 11.15 WIB. Saya terpaksa berjalan cepat memasuki halaman Gereja Katedral Jakarta. Waktu kunjungan di Museum Katedral tinggal 45 menit lagi. Jika kali ini gagal masuk, entah kapan lagi saya bisa berkunjung ke sana. Mungkin harus menunggu deretan pekan atau bulan. Solo-Jakarta kan tidak dekat.

Berdasar petunjuk salah seorang petugas gereja, masuk ke museum harus lewat pintu samping. Setiba di pintu tersebut, saya berhenti sebentar, kemudian pelan-pelan masuk ke gereja. Suasana yang kurang familier langsung menyergap. Maklum, ini baru kali kedua saya mengunjungi sebuah gereja Katolik. Kunjungan pertama pun sudah bertahun-tahun silam untuk urusan pekerjaan.

Museum yang berada di Gereja Katedral Jakarta, yang lokasinya berdampingan dengan Masjid Istiqlal, itu hanya buka tiga kali sepekan, setiap Senin, Rabu dan Jumat, mulai pukul 10.00 WIB hingga 12.00 WIB. Museum terbuka untuk umum dan gratis. Terus terang keberadaan museum ini juga baru saya ketahui belum lama ini dari informasi seorang teman. Ketertarikan menguat mendapati kabar Museum Katedral dinobatkan sebagai museum terbaik di Jakarta untuk kategori pelestarian cagar budaya.

Sembari mengamati dengan kagum interior gereja yang sangat megah, artistik dan klasik, saya menaiki tangga menuju lantai dua. Museum memang berada di balkon utama gereja di lantai dua, yang dulu digunakan untuk koor gereja. Ternyata saya bukan satu-satunya tamu pada Jumat siang itu. Ada empat orang remaja berpakaian pramuka yang juga berkunjung, terdiri atas tiga laki-laki dan seorang perempuan berjilbab. Sepertinya mereka menjalankan tugas sekolah jika menilik dari buku catatan yang mereka bawa.

Sampai di museum, kami berlima langsung diminta mengisi buku tamu. Keempat remaja itu kemudian disambut seorang petugas museum, seorang ibu yang mungkin berusia 40-an tahun. Mungkin mereka sudah membuat janji terlebih dahulu.  Saya berjalan pelan di belakang mereka sambil mencuri dengar penjelasan sang ibu tentang koleksi-koleksi museum. Tak berapa lama, saya punya kesempatan menghampiri sang ibu. Ternyata beliau sangat ramah dan hangat. Bu Mariana lamanya. “Ke sini sendirian Mbak? Asalnya dari mana?” ujar Bu Mariana membuka percakapan.

katedral14

Patung Bunda Maria berkonde

katedral10

Buku baptis 1811

Satu set kursi dan meja sumbangan dari Belanda

Satu set kursi dan meja sumbangan dari Belanda

Ketika mengetahui saya berasal dari Solo, Bu Mariana tersenyum senang. Kami pun terlibat percakapan hangat. Saya bercerita baru dua kali masuk ke geraja katolik. Namun, sebelumnya saya pernah berkunjung juga ke gereja Kristen di Solo dan sebuah gereja Kristen ortodok di Kiev, Ukraina. Bu Mariana sepertinya penasaran dengan agama yang saya anut. Ketika mengetahui saya seorang muslim, Bu Maria melontarkan pertanyaan. “Apakah Yusmei merasakan ada panggilan untuk mendalami ajaran Katolik?”

Saya diam sebentar sebelum menjawab. Saya mengakui memang tertarik untuk mengenal lebih dalam tentang ajaran Katolik. Namun ketertarikan yang sama juga saya rasakan terhadap ajaran Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, Yahudi maupun yang lain. Bahkan momen yang saya anggap paling mengesankan ketika melakukan perjalanan ke  Danang, Vietnam adalah saat mampir ke tempat ibadah penganut Cao Dai. Saya meyakini mengenal dan memahami lebih dalam tentang agama lain bisa menipiskan jurang perbedaan, prasangka dan akan mempermudah kita untuk bertoleransi. Bu Mariana tersenyum mendengarkan penjelasan saya. Tak lupa saya mengungkapkan kekaguman terhadap Paul Paulus Yohanes II dan  Paus Fransiscus yang ajarannya sangat universal. “Tak sulit bagi umat agama lain untuk jatuh cinta dengan kedua Paus tersebut,” ujar saya.

Bu Mariana memberi penjelasan

Bu Mariana memberi penjelasan

Andreas

Andreas

Bu Mariana menimpali dengan mengatakan gereja Katolik sangat terbuka terhadap semua agama. Bahkan setiap bulan sekali mereka menggelar pertemuan dengan pemuka agama lain. “Menghargai perbedaan ini, sama seperti yang dipesankan Paus Paulus II. Jadi kalau Yusmei ingin datang lagi ke Gereja Katedral ini, kami bakal menyambut dengan tangan terbuka,” imbuh Bu Mariana.

katedral8

          katedral11   katedral6   katedral7

Setelah bercakap-cakap dengan Bu Mariana, saya kembali berkeliling mengamati koleksi-koleksi museum. Tiba-tiba salah satu dari empat remaja berpakaian pramuka itu mendekat. Rupanya mereka minta tolong supaya saya menerjemahkan pertanyaan mereka kepada seorang turis asing yang sedang berkunjung. Turis itu bernama Andreas, pria asal Frankfurt, Jerman yang kini menetap di Edinburg, Skotlandia.  Pertanyaan yang diajukan sederhana, yaitu tentang pendapat Andreas tentang posisi Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal yang berdampingan. Andreas memuji itu sebagai bukti toleransi di Indonesia. “Saat di sini saya juga baru menyadari, pemberitaan di luar tentang Indonesia terlalu berlebihan. Apalagi tentang terorisme. Orang-orang Eropa harus tahu betapa pandangan mereka selama ini terlalu dangkal. Teroris itu hanya bagian sangat kecil dari Indonesia yang sangat moderat,” urai Andreas.

Perbincangan kecil namun berarti dengan Bu Mariana dan Andreas membuat  saya semakin semangat merampungkan tur di meseum ini. Dengan waktu tersisa yang sangat sempit, saya pelajari dengan saksama koleksi-koleksi berharga yang tersimpan di sana. Koleksi yang dipamerkan sekitar 400 buah. Antara lain tongkat gembala Paus Paulus VI, reliku santo dan santa, buku baptis tahun 1811, buku pemberkatan perkawinan tahun 1886, piala dan kasula (lapisan terluar busana yang dikenakan rohaniawan Katolik) Paus Paulus Yohanes Paulus II, lukisan dari batang pohon pusang karya Kusni Kasut, replika pastoran, perangko, orgel pipa asli katedral, dan dua versi buku misa berbahasa Latin yang dipakai pada masa pra-Vatikan II. Ada juga jam bandul, buku doa, patung, alat musik dan foto-foto tua, serta patung Bunda Maria berkonde, yang diapit oleh sepasang pria wanita Jawa yang sedang menyembah. Tiga arca kecil itu dibuat oleh Pater Reksaatmadja, SJ sekitar tahun 1930 ketika beliau belajar Ilmu Ketuhanan di Negeri Belanda.

Tamu katedral

Tamu katedral

Jarum jam mulai merapat ke pukul 12.00 WIB. Dengan berat hati saya beranjak turun. Di bawah rupanya sedang ada tamu. Sepertinya berasal dari Timur Tengah jika ditilik dari wajah dan busananya. Salah seorang tamu  mengenakan jilbab. Sepertinya mereka juga muslim seperti saya. Di bagian samping, tampak beberapa orang sedang khusuk beribadah. Indah sekali melihat perbedaan bersanding dengan damai seperti itu. Ketika melangkah ke luar dari gereja, suara adzan menyambut dari Masjid Istiqlal tanda Salat Jumat segera dimulai. Semakin lengkap sudah momen mengesankan siang itu.

Jakarta, 24 Oktober 2013

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

62 Responses to Sepenggal Siang di Museum Katedral

  1. DianRuzz says:

    Waaahhh seru juga ya mbak 😀
    Seumur2 belum pernah masuk ke Museum Katedral ini 😦

  2. Feº A says:

    yang dicari dapat Yusmei?

  3. nyonyasepatu says:

    liat lorong gerejanya yg kebayang kalo ada kawinan disana hahaha

  4. winnymarch says:

    wah aku tak pernah kesana kak

  5. Sy Azhari says:

    Damai tentram banget baca ceritamu, mbak. 1 hal yg gak boleh aku lewatkan kalau bertamu ke tempat lain itu berkunjung ke rumah ibadah, baik yang punya agama sendiri (Mesjid) maupun yg lain.

    Dan entah kenapa selalu suka bangunan Gereja Katolik. Mungkin dari segi arsitekturnya yang cenderung klasik atau interiornya yang dramatis. Entahlah.

    • yusmei says:

      Menyenangkan ya bisa mengenal agama sendiri maupun agama lain. Jadi bisa lebih tahu apa yang harus dilakukan untuk menjaga toleransi.
      Iya interiornya gereja Katolik memang bagus…jadi penasaran pengen liat yang di roma ya mas 🙂

  6. nopan says:

    ohh… saya baru tahu rupanya ada museumnya

  7. Avant Garde says:

    bismillah..semoga bisa kesana 🙂 apalagi ibu mariana sangat ramah sepertinya..

  8. pesta says:

    Mbaa.. Ceritamu kereen kali.. Lama2 aku kayanya nge-fans samamu.. Eyaakk..
    Aku juga termasuk salah satu yg baru
    tau ada museum dari dirimu.
    Kapan kita jalan bareng lagi kk??

  9. dee nicole says:

    Masjid al hikmah ama Gkj Kratonan solo juga gandeng mbak. Didepannya ada warung soto banjar.maknyusss!! Keselatan dikit soto pk keman, trus nyambung selat mbak lies ^.^ *ngomong panganan malah

  10. Udah lama di Jakarta tapi sekalipun belum pernah main kemari. Poor me 😦 Nice post mba mei. Kamu lagi di Jakarta toh, sampe kapan? Ngobrol2 lagi yuk.

    • yusmei says:

      So…buruan ke sana bob, deket juga kan 🙂 Ke jakartanyya udah bulan lalu bob, cuma 5 hari di sana..iya ya lupa ngabarin kamu…Next time ya kalau ke jakarta lagi kita ketemuan 🙂

  11. Halim Santoso says:

    Mbakkk mana foto Andreas nya? Plis foto close up #salahfokus 😀
    Ceritamu bagus banget, dan asli bikin mupeng pingin ke museum Katedral. Gelo dulu cuma melipir depan tanpa masuk ke dalamnya…

  12. berasa Eropah mbak yu

  13. arievrahman says:

    Baru tahu ada museumnya, dan jadi ingat sama gereja di Intramuros kemarin.

  14. Saya malah belum pernah masuk ke Katedral Jakarta, padahal sudah beberapa kali menemani teman yg Muslim mengunjungi Masjid Istiqlal sampai masuk ke dalamnya. Biasanya hanya sempat melihat dari luar saja menara-menaranya karena teman-teman langsung minta diantarkan ke Monas 😀

    Tapi lumayan dapat informasi jam kunjung ke museumnya…

  15. ah kamu udah masuk ke museum ini duluan kak 😀 hihihihi
    beneran bagus yah isinya *waktu buka museumnya itu loh yang susah*

  16. Beberapa tahun yang lalu selalu lewat tempat ini kalo pulang gawe tapi ngak perna kepikiran untuk masuk, repot ama parkiran nya hahaha. Ternyata menarik untuk dijadikan objek foto 🙂

  17. giewahyudi says:

    Saya sudah tahu mengenai lokasi dan jadwal kunjungan Museum Katedral ini. Sayangnya jadwalnya sangat tidak bersahabat buat orang kantoran, padahal kantor lama saya deket juga tuh kalau mau ke sana, tapi masak bolos dulu..

    Untungnya ada banyak blogger yang mengulas seperti Mbak Usemay ini, ternyata keren ya. Dari segi arsitek sampai sejarahnya memang keren.

    • yusmei says:

      kadang tempat-tempat yang dekat dengan kita malah memang sering terlewatkan ya mas. bagaimana kalau sekali-kali bolos kerja sebentar trus mlipir ke sana 🙂

  18. dansapar says:

    Aku sudah 2x kalo g salah ke sini, tapi g sampe naik ke lt 2
    pertama bareng teman yang lagi misa, pas selesai misa aku ikutan masuk aja
    kedua pas abis sholat idul adha di istiqal, tapi cuma maen2 di bagian luarnya
    kedua kali kunjungan itu blm sempat masuk ke museumnya 😥

  19. Pingback: Kemegahan Museum Katedral | Jejak BOcahiLANG

Leave a reply to yusmei Cancel reply