Museum Berkelas: Ullen Sentalu

 

Sudah lama penasaran ingin mengunjungi museum Ullen Sentalu. Dari testimoni para pengunjung di berbagai blog maupun jejaring sosial, hampir semuanya memuji museum ini. Lagipula lokasinya sangat dekat, cuma di Jogja. Mari berangkaat!

Pintu masuk museum

Niatan ”ngintip” Ullen Sentalu baru terealisasi 23 Mei 2012. Bersama rekan sekantor, Mbak Maya, kami membelah pagi sembari menahan kantuk yang masih menggelayut. Bekal kami cuma sebaris alamat di situs internet. Museum seni dan budaya Ullen Sentalu terletak di kawasan wisata Kaliurang tepatnya di dalam Taman Kaswargan dengan luas tanah 11.990 m2.

Apa sih yang menarik dari museum ini? Kamu akan mendapat jawabannnya setelah menapak masuk ke dalam. Kalau boleh saya simpulkan…museum ini adalah tempat oke buat belajar sejarah Keraton Solo dan Jogja dalam tempo satu jam. Pokoknya recomended!

Tiket masuk

Sebelum masuk, pengunjung umum harus merogoh kocek sebesar Rp25.000. Tarif ini saya anggap tidak mahal, karena setiap rombongan di museum ini, berapapun jumlahnya, selalu didampingi tour guide. Kami pun mendapatkan guide, Mbak Wiwit namanya. Sayangnya sebelum memulai tur, kami diberi pesan yang kurang asik. Selama di museum, kecuali tempat-tempat tertentu, kami dilarang memotret. Walaupun kecewa, peraturan tentu saja harus dipatuhi. Eh ada lagi yang menarik, yaitu tiket masuknya.  Beda dengan museum-museum kebanyakan. Dua jempol deh…

Mbak Wiwit orangnya lumayan kocak. Dia bilang ingin memandu menggunakan bahasa Jawa halus. Alasannya, belakangan ini dia jarang banget bisa menggunakan bahasa itu. Kami sih oke-oke saja dengan permintaan itu, walaupun akhirnya Mbak Wiwit kewalahan sendiri dan beralih menggunakan bahasa Indonesia…hehehehe

Sebelum memulai tur, hal pertama yang harus diketahui pengunjung adalah arti Ullen Sentalu. Nama itu merupakan kependekan dari ulating blencong sejatine tataran lumaku. Terjemahannya kurang lebih : nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan. Museum ini dirintis pada 1994, namun baru resmi dibuka pada 1 Maret 1997. Pendirinya adalah keluarga Haryono.

Dari keterangan yang tertera di website resmi museum dan penjelasan Mbak Wiwit, museum ini terbagi menjadi beberapa ruangan. Ruang Selamat Datang, Ruang Seni Tari dan Gamelan, Guwa Sela Giri, lima ruang di Kampung Kambang, Koridor Retja Landa, serta Ruang Budaya. Setelah memasuki semua ruangan itu, saya punya tiga tempat favorit. Yang pertama Guwa Sela Giri, serta ruangan Gusti Nurul dan ruang Syair Putri Tineke.

 

Ruangan Guwa Selo Giri terletak di bawah tanah. Menurut Mbak Wiwit ruangan itu sengaja dibuat begitu karena menyesuaikan dengan kontur tanah. Pendiri museum ini tidak mau memaksakan diri untuk menebang pohon-pohon demi sebuah ruangan. Alhasil pilihannya adalah ruang bawah tanah. Saya bersyukur dengan keputusan itu. Selain ramah lingkungan, ruang bawah tanah tersebut membuat museum ini terasa unik.

Di Guwa Selo Giri yang berbentuk lorong ini, pengunjung bisa menemukan banyak koleksi foto menarik seputar tokoh-tokoh keraton Solo dan Jogja.  Misal tentang Pakubuwono XII yang kerap dipanggil Bobby atau foto Pakubuwono X, raja kaya raya keraton Solo. Konon ia adalah orang pertama di Indonesia yang membeli mobil. Jumlah selir raja ini juga bejibun, katanya sih 39 orang.

Mbak Wiwit juga menceritakan keputusan PB X untuk menggemukkan badan. Padahal sebelumnya dia bertubuh langsuig. Ternyata dia ingin tubuhnya gemuk hanya supaya bajunya besar sehingga mampu menampung 26 lencana yang dimiliki. Ampun deh. Cerita lain yang menarik adalah soal kecerdikan Hamengkubuwono ke IX yang menggulirkan ide membangun selokan Mataram. Ternyata selokan itu dibangun supaya rakyat Jogja bekerja di situ dan terhindar dari kerja romusha.

Ruangan lain yang menarik menurut saya adalah ruang Gusti Nurul. Beliau adalah putri Mangkunegara VII, dengan nama panjang Gusti Raden Ayu Siti Nurul Kamari Nasaratih Kusumawardhani. Ternyata keputusan pengelola museum memberinya ruangan khusus bukan tanpa alasan. Perempuan cantik jelita ini memang sangat inspiratif.

Meski bergelar putri keraton, Gusti Nurul punya pandangan hidup modern. Dia pernah ke Belanda untuk menari di hadapan ratu, bermain tenis dan pandai menunggang kuda, sesuatu yang jelas ditabukan pada masa itu.  Gusti Nurul juga sangat berprinsip. Salah satunya menolak dipoligami. Karena prinsipnya ini, dia menolak cinta Presiden RI saat itu, Soekarno. Akhirnya beliau baru menikah di usia sekitar 30 tahun dengan seorang tentara. Gusti Nurul sekarang tinggal di Bandung dan telah berusia 90 tahun. Melihat berbagai fotonya, saya setuju jika perempuan ini memang anggun luar biasa.

Nah, bagian lain yang membuat saya betah adalah Ruang Syair Putri Tineke. Putri ini adalah adik kandung PB XI. Nama aslinya GRAj Koes Sapariyam. Syair-syairnya ditulis pada periode 1939-1947, dari sahabat dan kerabat Tineke. Puisi-puisi itu untuk menghibur Tineke yang sedang patah hati karena kisah percintaannya ditentang keluarganya. Puisinya benar-benar asik. Ada yang berbahasa Belanda, Inggris dan Indonesia. Saking asyiknya membaca satu demi satu, saya sampai lupa menyalinnya. Padahal bener deh, puisinya keren-keren…

Di ruangan lain, pengunjung juga bisa menemukan hal-hal menarik. Seperti koleksi batik dari era Sultan HB VII-Sultan HB VIII dari Kraton Yogyakarta serta dari Solo. Ada juga tentang pakaian pengantin ala Jogja, serta lukisab tentang tari Bedaya dari Solo yang termasyur itu.

Apa lagi sih keistimewaan museum ini? Yang jelas bangunan dan suasananya sudah berbeda. Bangunan museum merupakan perpaduan gaya Eropa dan Jawa. Tempatnya teduh dengan pohon-pohonan yang rindang dan eksotis. Tanpa pemandu, bisa-bisa kamu tersesat di dalam museum ini. Selain itu lokasi museum yang berada di daerah pegunungan juga memberi nilai lebih. Suasana sejuknya benar-benar bikin betah.

Salah satu sudut Ullen Sentalu (Foto: May Hera)

Salah satu sudut Ullen Sentalu (Foto by May Hera)

Narsis dulu

Tentang koleksi, jangan terlalu berharap menemukan lukisan atau foto yang berumur ratusan tahun. Hampir semua foto dan lukisan ini hanyalah replika dari koleksi milik keraton Jogja dan Solo. Yang asli mungkin seperti koleksi kain batik dan beberapa buah arca. Untuk masalah ini Ullen Sentalu punya penjelasan menarik.

Seperti yang dijelaskan di situsnya, Museum Ullen Sentalu berpijak pada paradigma baru yang cenderung memaknai warisan budaya berupa kisah atau peristiwa yang bersifat tak benda. Mereka juga sengaja tidak menempelkan label pada koleksinya, tapi mengandalkan pemandu wisata. Ya, daripada menyuguhi pengunjung dengan benda-benda bersejarah yang bisu, pengelola museum lebih suka menyuguhkan kisah di baliknya. Mereka berharap pengunjung melangkah keluar dari pintu museum dengan membawa segepok cerita sejarah dan belajar dari itu. Bukan sekadar memandangi koleksi-koleksi masa lampau.

Menurut saya, datang ke museum ini bagaikan belajar sejarah dengan cara menyenangkan. Alhasil waktu sejam pun serasa berjalan cepat. Sebelum mengakhiri sesi keliling museum, kami disuguhi minuman spesial, yang konon resep warisan Gusti Kanjeng Ratoe Mas, putri Sultan HB VII yang disunting sebagai permaisuri Raja Surakarta, Sunan PB X. Konon, minuman ini bisa membuat awet muda. Ya…apa salahnya dicoba, siapa tahu awet muda beneran.

Mencicipi minuman awet muda

Setelah mencicipi minuman awet muda, kami harus berpisah dengan Mbak Wiwit. Dia bilang kami bisa foto-foto di sepanjang jalan menuju pintu keluar. Akhirnya kunjungan singkat di museum berkelas ini pungkas sudah. Untuk menutup kunjungan, kami berdua menyempatkan foto di pintu depan museum Ullen Sentalu. Ini sesi wajib yang pantang dilewatkan…hehehehe

NB : Menurut Mbak Wiwik koleksi tentang keraton Solo memang lebih banyak dibanding Jogja. Usut punya usut, pemilik museum memang lebih dekat dengan kerabat keraton Solo. Alhasil beliau lebih mudah mengakses koleksi milik keraton Solo ketimbang Jogja.

Jogja, Mei 2012

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

10 Responses to Museum Berkelas: Ullen Sentalu

  1. aning says:

    langsung dikomen aah… soal tiket, bedanya apa dr yang tiket lainnya? bisa difoto juga tuuh klo unik 🙂

  2. Kui udah tak upload tikete, rada peteng tapi…wkwkwkwk…Tikete gak sekedar sobekan kertas…kertasnya bagus, berwarna ada gambarnya…:)

  3. dharma says:

    melestarikan budaya….. tau akan sejarah kraton jogja, solo dan tmptnya memang bagus ….tertata dengan baik

  4. recomended dikunjungi…terutama untuk generasi muda supaya mengenal budayanya sendiri 🙂

  5. Avant Garde says:

    wahhhhh….udah kesini juga 😀

  6. ano says:

    foto narsisnya kurang banyak dik meme

  7. Pingback: Ngubek-Ubek Museum di Jogja | Usemayjourney

Leave a comment