Batik Belitung Timur, Kisah Mencipta Ikon

batik beltim2

Batik Belitung Timur

Penciptaan selembar kain batik tulis adalah proses intim dan eksklusif. Tak ada duplikasi, bahkan ketika lahir dari jari-jari pembatik yang sama. Motif boleh sama, tapi hasil akhirnya pasti berbeda. Terkadang perbedaannya hanya tertangkap oleh selidik mata jeli. Itulah yang membuat batik tulis sangat istimewa. Lembaran kainnya berisi cerita ketelatenan, ketekunan, filosofi, dan identitas. Proses pengerjaan selembar batik tulis seringkali memakan bilangan bulan. Pembatik bukan hanya mengejar corak perlambang keindahan, tapi harus melestarikan filosofi yang terkandung dalam motif yang dibuat. Motif juga melambangkan identitas suatu daerah.

Nilai-nilai itulah yang mendasari lahirnya Batik Belitung Timur (Beltim). Kabupaten yang baru terbentuk pada 2003 itu sedang giat mengembangkan sektor pariwisata dan merasa butuh ikon-ikon penegas identitas dan penunjang promosi, salah satunya kain khas daerah. Ketika Palembang punya songket, Sumatra Utara memiliki ulos, kemudian Solo, Jogja, Lasem, dan Pekalongan bangga dengan batik, Klaten punya lurik dan sejumlah daerah bersinar dengan kain tenun, Beltim tak memiliki apa pun.

Masyarakat Beltim selama ini akrab dengan kain cual yang bentuknya seperti songket Palembang. Namun kain tersebut sejatinya berakar di Bangka. Mau tak mau, Beltim harus mencipta kain khas mereka. Batik pun dilirik karena dianggap identik dengan Indonesia, bukan hanya dimonopoli daerah tertentu. “Kami butuh ikon untuk pariwisata, pilihan kami jatuh kepada batik. Proses mempelajarinya mudah dan cepat.” Itulah sepenggal alasan yang dikemukakan Basuri Tjahaja Purnama, Bupati Beltim yang juga adik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengenai alasan di balik kelahiran batik khas Belitung Timur.

Purnama Bersaudara kemudian serius merealisasikan ide tersebut, dengan motor utama ibu-ibu anggota PKK Beltim yang diketuai istri Bupati, Linda Juliastiani Basuri. Sekitar 50 orang yang berasal dari perwakilan PKK di tujuh kecamatan di Beltim mendapat pelatihan membatik tulis dan cap dari Museum Tekstil Jakarta pada 2011. Pelatihan berlangsung selama tiga hari. Pemkab Beltim juga mengirim mereka untuk studi banding ke Pekalongan dan Jogja yang identik dengan sebutan Kota Batik. Mereka juga membangun sebuah sanggar di sebelah kediaman keluarga besar Purnama di Kecamatan Gantung, yang diberi nama Sanggar Batik de Simpor.

Rumah Keluarga Indra Purnama, ayah dari basuki Tjahaja Purnama dan Basuri Thahaja Purnama di Gantung, Beltim

Rumah Keluarga Indra Purnama, ayah dari basuki Tjahaja Purnama dan Basuri Thahaja Purnama di Gantung, Beltim

batik beltim 6

Sanggar Batik de Simpor

Pada akhir bulan lalu, tepatnya 22 September 2014, saya berkesempatan mengunjungi Sanggar Batik de Simpor bersama para peserta Tour de Beltim 2014 yang diundang oleh Pemkab Beltim untuk program promosi pariwisata. Sanggar itu wujudnya sederhana, namun asri dan nyaman. Kami diajak mengikuti kelas membatik. Walaupun sudah beberapa kali mengikuti kelas serupa, saya sangat antusias. Masing-masing perserta mendapat kain putih polos yang bisa dibubuhi cap lilin bermotif, ditulisi nama masing-masing, kemudian mencelupkan ke warna sesuai pilihan, dan dijemur. Cepat dan sederhana! Kami juga bisa menyaksikan tiga perajin yang sedang membuat batik tulis di sana. Nah, disinilah saya menemukan sesuatu yang unik. Ketiga perajin tersebut menggunakan kuas untuk mewarnai motif berukuran besar, sedangkan canting digunakan untuk motif kecil atau halus. Hal seperti ini tak saya jumpai di Solo maupun Jogja, yang menggunakan canting untuk semua jenis motif.

Batik beltim1

Membatik dengan kuas, bukan canting

Kain batik sedang dijemur

Kain batik sedang dijemur

batik beltim4

Paling kiri batik motif cangkir kopi

Batik-batik Beltim didominasi warna cerah yang eye catching, seperti merah, oranye maupun kuning. Lalu seperti apa motifnya? Nah, disinilah Beltim menegaskan identitas mereka. Untuk membedakan dengan daerah lain, Belitung Timur menciptakan motif tersendiri. Ada motif buah Keremunting, yang dijuluki anggurnya masyarakat Bangka Belitung. Ada juga motif Ikan Cempedik, yaitu sejenis ikan air tawar yang hidup di Belitong, dan banyak ditemukan di perairan sungai lenggang di Belitung Timur. Daun Simpor yang banyak dijumpai dalam keseharian masyarakat setempat juga dipilih sebagai motif. Yang paling unik tentu saja motif gelas kopi yang asapnya mengepul. Sebagai wilayah yang menjuluki diri sebagai Kota 1001 Warung Kopi, Belitung seakan ingin mengukuhkan julukan itu melalui motif batik. ”Pada awalnya kami hanya membuat motif asal-asalan saja. Tapi sekarang motif-motif batik Belitung Timur sudah dipatenkan,” begitu cerita salah satu perajin batik Beltim, Ibu Riwani, yang saya jumpai di sanggar tersebut.

Sayang, perkembangan industri batik di Beltim tidak sepesat harapan. Jumlah perajin terus menyusut. Dari 50 orang, kini hanya tersisa sekitar 10 orang. Alhasil stok batik pun sangat terbatas. ”Perajinnya tinggal sedikit. Mungkin karena rumah mereka jauh dari sanggar ini, jadi repot atau juga karena mereka tidak telaten, apalagi masyarakat sini memang kurang terbiasa mencari nafkah dengan keterampilan-keterampilan seperti ini,” cerita salah seorang penjaga galeri Batik Simpor, Ibu Etty.

Seretnya perkembangan industri kreatif batik Beltim ini juga diamini Pak Basuri. Bahkan mereka pernah terpaksa menolak permintaan karena tak ada stok. Menurut Pak Basuri butuh waktu untuk mengubah mindset masyarakat Beltim yang selama bertahun-tahun hidup dari mengumpulkan timah dan menjadi nelayan. Masih sulit meyakinkan mereka bahwa membatik bisa menjadi ladang usaha yang menghasilkan dan bisa mengubah roda kehidupan.

Cita-cita Beltim mengangkat batik sebagai salah satu ikon pariwisata masih butuh jalan panjang dan berliku. Mulai dari mengedukasi masyarakat secara kontinyu, melebarkan jaringan pemasaran, dan tentu saja menggencarkan promosi. Perjuangan ini pantas didukung. Saya berharap suatu saat nanti batik mampu menjadi ornamen penting pariwisata Beltim dan bisa berdiri sejajar dengan batik-batik legendaris dari Jogja, Solo, Lasem, Pekalongan, Madura maupun daerah-daerah lain.

Belitung Timur, 22 September 2014

Note :

  • Di Sanggar Batik de Simpor pengunjung juga bisa membeli berbagi suvenir seperti kaus, baju batik, hiasan buah pinang, mug, tas batik, dan kartupos.
  • Selembar kain batik Beltim dijual mulai harga Rp200.000
  • Pemkab Beltim bakal menggelar acara Fashion Show Batik Belitung Timur dengan tema Menembus Dimensi, 13-14 Oktober, di Pantai Nyiur Melambai, Belitung Timur.

Baca pula postingan lain tentang cerita batik nusantara

Fami Anhar : Berburu Batik Lasem

Noerazhka : Selembar Cinta dari Belitung Timur untuk Indonesia

Danan Wahyu : Gentongan, Membatik dengan Hati

Halim Santoso : Loyalitas di Balik Keindahan Batik Lasem

Olyvia Bendon : Batik Indonesia, Warisan yang Hidup

Indri Juwono : Bangga dengan Batik di Luar Negeri
Titiw : Balada Pencarian Batik Pacitan

About yusmei
Tergila-gila dengan membaca dan menulis...Punya mimpi menelusuri sudut-sudut dunia

26 Responses to Batik Belitung Timur, Kisah Mencipta Ikon

  1. Ga cuma jogja yang punya batik ya mbak yus 😀

  2. nyonyasepatu says:

    Belitung juga punya Batik ya? cakep2 Yus

  3. MS says:

    unik banget motik cangkir kopinya……

  4. Ide yang luar biasa ya, bikin ikon baru agar bisa mengerakkan potensi lokal dan nggak bikin ibu-ibu tersebut nganggur di rumah. Hitung-hitung bisa mendapat tambahan uang buat rumah tangga mereka ya. Semakin salut dengan Purnama bersaudara 🙂

    • yusmei says:

      Sayangnya ibu2 di sana belum sepenuhnya menangkap “pesan” dari Purnama Bersaudara. Tapi sebenarnya persoalan klasik juga ya, di daerah seperti Jogja dan solo saja regenerasi pembatik juga seret

  5. Motif cangkir kopinya unik,,kriwel2 kayak per gitu 🙂

  6. Badai says:

    Aku suka motif cangkir kopinya! Kok kemaren gak ngeh ya ada motif ini 😉

  7. Fahmi Anhar says:

    aku nggak dibawain kak? 😦

  8. omnduut says:

    Cakeeep. Makin memperkaya batik nusantara ya mbak Yus (y)

  9. dee nicole says:

    Empat kalimat pertamamu sungguh menghanyutkan Cik Mei ^. ^

  10. setia1heri says:

    indonesia memang khazanah batik dunia
    hampir setiap kab/kota punya corak batik tersendiri

  11. chris13jkt says:

    Menarik Yus. Aku pribadi naksir yang motifnya cangkir kopi itu.
    Jadi lokasi sanggarnya ada di rumah keluarga Purnama di Gantung ya?

Leave a reply to Chrismana"bee" Cancel reply